Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

LANJUTAN BAGIAN EMPAT: Ahmad Bin ‘Isa Tidak Bergelar “Al-Muhajir

Lanjutan BAGIAN EMPAT: 

Ahmad Bin ‘Isa Tidak Bergelar “Al-Muhajir

Ahmad Bin ‘Isa Tidak Bergelar “Al-Muhajir


Dalam kitab Uqud al-Almas, Alwi bin Tahir al-Haddad (w.1382 H.) berusaha mempertahankan sekuat tenaga, bahwa Ahmad bin ‗Isa itu bergelar ‖Al-Muhajir‖. Ia ingin mengahancurkan kenyataan, bahwa gelar yang dicatat oleh ulama nasab mulai abad ke-5 sampai abad ke-9, untuk Ahmad bin ‗Isa, adalah ―Al-Abah‖ dan ―Al-Naffat‖, tidak ada gelar ―Al-Muhajir‖ untuk Ahmad bin ‗Isa. Bahkan, Ahmad bin ‗Isa belum disematkan gelar ―Al-Muhajir‖ oleh peletak dasar nasab Ba‘alwi, ‗Ali bin Abubakar al-Sakran (w.895 H.) dalam kitabnya Al-Burqat Al-Musyiqat. Begitu pula, gelar ―Al-Muhajir‖ belum disematkan oleh Abu Bakar bin Abdullah al-Idrus (w.914 H.) dalam

                                                   

352 Abu Muhammad… Ba Makhramah… juz 2 h.618. kitabnya Al-Juz‟ al-Latif, ketika ia mengurut sanad ―lubs al-khirqah‖ (pemakaian kain tarikat)-nya.[1] Ulama Ba‘alwi abad sepuluh lainnya seperti Muhammad bin ‗Ali Khirid Ba‘alwi (w.960 H.) juga belum menyematkan gelar ―Al-Muhajir‖ untuk Ahmad bin ‗Isa. begitu pula pada abad sebelas Hijriah, gelar ―Al-muhajir‖ pun belum dikenal. Abdul Qadir bin Syekh al-Idrus (w.1038 H.) dalam kitabnya Al-Nur al-Safir dan Al-Syili Ba‘alwi (w.1093 H.) dalam kitabnya Al-Masra‟ al-Rawi, tidak menyematkan gelar ―Al-Muhajir‖ untuk Ahmad bin ‗Isa. penyebutan pertama dari keluarga Ba‘alwi untuk Ahmad bin ‗Isa dengan sebutan ―Al-muhajir‖ dilakukan oleh Ahmad bin Zein alHabsyi (w.1144 H.) ulama abad ke duabelas Hijriah. Jadi, gelar itu disematkan kepadanya setelah 799 tahun, dihitung mulai dari wafatnya Ahmad bin ‗Isa sampai wafatnya Ahmad bin Zein al-Habsyi. Gelar ―Al-Muhajir‖ (yang berpindah) itu diberikan kepada Ahmad bin ‗Isa sebagai ―alibi” bahwa benar ia hijrah ke Hadramaut, padahal tidak pernah ada sumber primer yang mengatakan bahwa Ahmad bin ‗Isa hijrah dari Basrah ke Hadramaut. Jangankan adanya berita Ahmad bin ‗Isa hijrah dari Basrah ke Hadramaut, berita tentang keberadaanya di Basrah pun tidak pernah ditemukan catatannya dalam sumbersumber primer. 

           Gelar ―Al-Muhajir‖ ini hari ini bahkan lebih terkenal dari nama

Ahmad bin ‗Isa sendiri, ia kini lebih popular disebut ―Ahmad alMuhajir‖. Bahkan Muhammad Diya‘ Shihab menulis biografinya dengan judul besar ―Al-Imam al-Muhajir‖ . upaya mempopularkan gelar ―Al-muhajir‖ ini diiringi oleh upaya keluarga Ba‘alwi menghancurkan gelar lain untuk Ahmad bin ‗Isa yang ditulis oleh kitab-kitab nasab abad ke-5 sampai abad ke-9, yaitu gelar ―Al-Abh‖ dan ―Al-Naffat‖. seperti yang dilakukan oleh Alwi bin Tahir alHaddad yang telah disinggung di muka, bagaimana ia menggugat ulama-ulama nasab terdahulu itu dengan dianggapnya suatu kecerobohan ketika memberi gelar ―Al-Abh‖ dan ―Al-Naffat‖. Alwi al-Haddad mengatakan:

وحاصل ىذ البحث الضافي ان الامام ات١هاجر )اتٛد بن عيسى( بن محمد بن عليٖ العريضي لم يلقب بالابح ولا بالنفاط كما جرى

عليو الاقدمونٖ٘ٗ

Terjemah:

―Kesimpulan pembahasan yang panjang ini, bahwa Imam alMuhajir (Ahmad bin ‗Isa) bin Muhammad bin ‗Ali al-Uraidi tidak diberi gelar dengan ‗Al-Abah‘ dan ‗Al-Naffat‘, seperti yang telah dilakukan para ulama-ulama yang lebih dahulu.‖   Pernyataan Alwi ini, tidak sesuai dengan kenyataan bahwa ulama-ulama nasab terdahulu menggelari Ahmad bin ‗Isa dengan ―AlAbh‖, sebagian lagi dengan ―Al-Naffat‖, sebagian lagi dengan keduanya. Seperti dalam kitab Tahdib al-Ansab karya Al-Ubaidili (w.437 H), dalam kitab itu disebutkan bahwa gelar Ahmad bin ‗Isa adalah ―Al-Naffat‖.355 Begitu pula kitab Al-Majdi karya Al-Umari

(w.490 H).356 Tidak ada gelar ―Al-Muhajir‖ bagi Ahmad bin ‗Isa. Dua kitab ini cukup untuk disebutkan dalam rangka membantah tesis Alwi al-Haddad bahwa Ahmad bin ‗Isa tidak bergelar ―Al-Naffat‖ dan ―Al-

Abh‖, karena dua kitab ini adalah termasuk yang tertua sebagai kitab yang menyebut Ahmad bin ‗Isa dan keturunannya. Adanya riwayat lain yang menyebut bahwa gelar ―Al-Naffat‖ itu untuk cucu Ahmad bin ‗Isa, seperti riwayat dari kitab yang lebih muda dari keduanya, adalah hal lain yang dapat diuji validitas dan kekuatan kedua riwayat itu, karena bisa saja seorang cucu mempunyai gelar yang sama dengan kakeknya karena pekerjaan atau lainnya. Seharusnya, Alwi al-Haddad tidak boleh menafikan realitas riwayat yang terang-benderang menyebut Ahmad bin ‗Isa bergelar ―Al-Naffat‖ dan ―Al-Abh‖ .

                                                   

354                 Alwi bin Tahir al-Haddad, Footnote Uqud al-Almas (Matba‟ah Almadani, Cet. Ke-2, T.tp. 1388 H.) juz 2 h.7

355                 Al-Ubaidili, Tahdib al-Ansab, (T.pn. T.tp. t.t.) h. 176 356 Al-Umari…h. 337.


Bahkan, di halaman sebelas dalam kitabnya itu, Alwi al-Haddad menyebutkan dengan tegas bahwa Al-Ubaidili dan Al-Umari tidak menyebutkan gelar ―Al-Naffat‖. Apakah ia melakukan praktik ―deliberately lie” (sengaja berdusta), atau ia tidak mampu memahami bahasa Arab dengan benar. Kedua-duanya mungkin. Kemungkinan ia melakukakn “deliberately lie” adalah untuk kasus kitab Tahdzib alAnsab. Perhatikan redaksi Al-Ubaidili di bawah ini:

واتٛد بٖن عيسى النقيب بن محمد بن علي العريضي يلقب

النفاطٖ٘ٚ

Terjemah:

―Dan Ahmad bin ‗Isa al-Naqib bin Muhammad bin ‗Ali al-

Uraidi, diberi gelar al-Naffat.‖ 

 Sudah jelas, bahwa dalam redaksi Al-Ubaidili, Ahmad bin ‗Isa bergelar ―Al-Naffat‖. Kenapa Alwi al-Haddad mengatakan bahwa AlUbaidili tidak menuliskannya? sulit kita mengatakan bahwa Alwi bin Tahir ini layak dijadikan rujukan, karena telah terbukti bahwa redaksi kutipannya berbeda dengan kitab atau manuskrip aslinya, patut diduga ia telah ―sengaja berdusta‖. Untuk kasus kemungkinan ia tidak faham ilmu Bahasa Arab dan sengaja berbohong secara bersamaan, adalah untuk kasus kitab Al-Majdi. Perhatikan kalimat kitab Al-Majdi berikut ini:

وأتٛد ابو القاسم الابح ات١عروف بالنفاط لانو كان يتجر النفط لو بقية ببغداد من اتٟسن ابي محمد الدلال على الدور ببغداد رأيتو مات بأخره ببغدادٖ بن محمد بن علي بن محمد بن أتٛد بن عيسى بن محمد بن العريضيٖ٘ٛ.

Terjemah:

―Dan Ahmad Abul Qasim al-Abh yang dikenal dengan ―alnaffat‖ karena ia berdagang minyak nafat (sejenis minyak

                                                   

357            Al-Ubaidili,.. h. 176

358            Umari… h. 337

tanah), ia mempunyai keturunan di bagdad dari Al-Hasan Abu Muhammad al-Dalal Aladdauri di Bagdad, aku melihatnya (AlHasan) wafat diakhir umurnya di Bagdad, ia (Al-Hasan) anak dari Muhammad bin ‗Ali bin Muhammad bin Ahmad bin ‗Isa bin Muhammad (al-Naqib) bin (‗Ali) al-Uraidi.‖ 

 Sangat jelas sekali, Al-Umari menulis, bahwa Ahmad yang berkunyah ―Abul Qosim‖ itu bergelar ―Al-Abh‖ dan dikenal pula dengan gelar ―Al-Naffat‖. Kenapa Alwi al-Haddad mengatakan bahwa Al-Umari tidak mencatatnya bergelar ―Al-Naffat‖? apakah karena ia salah membalikan “damir” (kata ganti dalam Bahasa Arab) dan salah memahami “siyaq al-kalam” (suatu proposisi yang difahami dari proposisi sebelumnya)? atau ia faham, namun sengaja ia putar bailkan “damir” dan “siyaq al- kalam” demi untuk membela nasabnya. Perhatikan tulisan Alwi al-Haddad, di dalam redaksinya ada satu hurup yang ia rubah dari kitab aslinya, ia pula tambahkan ―tanda kurung‖ dalam beberapa kalimat sehingga pengertiannya akan berbeda 180 derajat:

وأتٛد ابو القاسم الابح ((ات١عروف بالنفاط لانو كان يتجر النفط لو بقية ببغداد(( بن اتٟسن ابي محمد الدلال ))على الدور ببغداد رأيتو مات بأخره ببغداد(( بنٖ محمد بن علي بن محمد بن أتٛد بن عيسى بن محمد بن العريضيٜٖٜ٘.

 Perhatikan ―tanda kurung‖ di atas. Perhatikan pula satu huruf dirubah oleh Al-Haddad. Yaitu hurup yang terdapat dalam kalimat

―min al-hasan‖ (dari Al-Hasan) dirubah hurup ―mim‖ nya menjadi hurup ―ba‖ menjadi ―bin al-Hasan‖ (anak dari al-Hasan). Sebelum dirubah maka pengertiannya adalah, bahwa Ahmad Abul Qosim Al-

Abh adalah Ahmad bin ‗Isa yang mempunyai keturunan dari Al-

Hasan. Ketika huruf ―mim‖ itu dirubah menjadi ―ba‖, maka maknanya, bahwa Ahmad Al-Abah itu bukan Ahmad bin ‗Isa, tetapi

Ahmad bin al-Hasan, yaitu cucu ke empat dari Ahmad bin ‗Isa.

                                                   

359 Alwi bin tahir… juz 2 h. 15

Kesimpulan yang diinginkan oleh Alwi al-Haddad adalah bahwa

Ahmad bin ‗Isa tidak bergelar ―Al-Abh‖ atau ―Al-Naffat‖, tetapi gelarnya hanya ―Al-Muhajir‖, padahal tidak ada ulama-ulama nasab dan sejarah dari abadke-3 sampai abad ke-9 yang menyebut Ahmad bin ‗Isa dengan gelar ―Al-Muhajir‖. Kenapa Ahmad bin ‗Isa tidak bergelar ―Al-Muhajir‖ seperti klaim abad ke-12 keluarga Ba‘alwi? Jawabannya, karena memang Ahmad bin ‗Isa tidak pernah berkunjung apalagi menetap dan berketurunan di Hadramaut.

 

Ahmad Bin ‘Isa Tidak Mempunyai Anak Bernama Abdullah atau Ubaidillah

 Di abad ke-9, ‗Ali bin Abu Bakar al-Sakran dalam kitabnya AlBurqat al-Musyiqat, mengklaim bahwa keluarganya merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw. dari jalur Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin ‗Isa bin Muhmmad al-Naqib bin ‗Ali al-Uraidi.[2] Nasab semacam itu tertolak karena Ahmad bin ‗Isa (w. 345 H.(?) dalam catatan kitab-kitab nasab yang paling dekat masanya dengannya, tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah. Adapun kitab-kitab yang mengkonfirmasi bahwa Ahmad bin ‗Isa tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah/Abdullah adalah: 

 Pertama, Kitab Tahdib al- Ansab wa Nihayat al-Alqab yang dikarang Al-Ubaidili (w.437 H.). Ketika ia menyebut keturunan ‗Ali al- Uraidi, Al-Ubaidili tidak menyebut nama Ubaidillah sebagai anak

Ahmad bin ‗Isa. Ia hanya menyebutkan satu anak dari Ahmad bin ‗Isa, yaitu Muhammad. Kutipan dari kitab tersebut seperti berikut ini:  واتٛد  بن عيسى النقيب بن محمد بن علي العريضي يلقب النفاط ، من  ولده ابو جعفر )الاعمى( محمد بن علي بن محمد بن أتٛد عمي في آخر عمره وات٨در اٖلى البصرة واقام بها ومات بها ولو

اولاد وأخوه باتٞبل لو اولاد.ٖٙٔ  

Terjemah:

―Dan Ahmad bin ‗Isa al-Naqib bin Muhammad bin ‗Ali alUraidi, diberikan gelar Al-Naffat, sebagian dari keturunannya adalah Abu Ja‘far (al-A‘ma: yang buta) Muhammad bin ‗Ali bn Muhammad bin Ahmad, ia buta di akhir hayatnya, ia pergi ke Basrah menetap dan wafat di sana. Dan ia mempunyai anak. Saudaranya di Al-Jabal (gunung) juga mempunyai anak.‖

 Al-Ubaidili, pengarang kitab Tahdzib al- Ansab ini, hidup satu masa dengan Alwi, dan satu masa pula dengan ayahnya yaitu Ubaidillah. Menurut kitab Lisan al-Mizan karya Ibnu Hajar alAsqalani (w.852 H.), Al-Ubaidili wafat pada tahun 436 atau 437 Hijriah, berarti hanya 36 atau 37 tahun setelah wafatnya Alwi pada tahun 400 Hijriah (?), ditambah, dalam kitab tersebut dikatakan, umur Al-Ubaidili mencapai 100 tahun,[3] berarti Al-Ubaidili lahir pada 336/337 Hijriah, dan Ubaidillah yang merupakan ayah Alwi wafat pada tahun 383 H. (?), maka ketika Ubaidllah ini wafat, Al-Ubaidili sudah berumur 47 tahun, dan ketika wafatnya Alwi, Al-Ubaidili sudah mencapai umur 60 tahun lebih, tentunya pengetahuan dan kebijaksanaanya sudah mencapai derajat “siqah” (terpercaya). Ditambah disebutkan dalam kitab yang sama, Al-Ubaidli ini selama hidupnya sering mengunjungi banyak negara seperti: Damaskus, Mesir, Tabariyah, Bagdad dan Mousul,[4] jika demikian, seyogyanya

Al-Ubaidili, ketika menerangkan keturunan Ahmad bin ‗Isa, ia mencatat nama Alwi sebagai cucu Ahmad bin ‗Isa dan Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin ‗Isa, tetapi kenyataanya Al-Ubaidili tidak menyebutkannya, kenapa? Karena memang dua nama ini tidak ditemukan sebagai anak dan cucu Ahmad bin ‗Isa. Apalagi, seperti yang disebutkan Muhammad Dliya Syahab dalam kitabnya Al-Imam

Ahmad al-Muhajir, bahwa Ahmad bin ‗Isa ini adalah seorang ‖ Imam‖,[5] tentunya jika benar seorang ―imam‖, maka ia akan dikenal khalayak ramai, bukan hanya pribadinya tapi juga anak-anaknya dan cucu-cucunya, tetapi kenyataannya, ulama yang semasa hidupnya dengan Alwi, yaitu Al-Ubaidili, tidak menyebut Alwi sebagai cucu

Ahmad bin ‗Isa.

 Kedua, Kitab Al-Majdi fi Ansab al-Talibiyin karya Sayyid Syarif Najmuddin ‗Ali bin Muhammad al-Umari al-Nassabah ) (w.490 H.). dalam kitab itu ia menyebutkan, bahwa di antara keturunan Ahmad bin ‗Isa ada di Bagdad, yaitu dari Al-Hasan Abu Muhammad al-Dallal Aladdauri bin Muhammad bin ‗Ali bin Muhammad bin Ahmad bin ‗Isa. Sama seperti Al-Ubaidili, Al-Umari hanya menyebutkan satu anak saja dari Ahmad bin ‗Isa. Kutipan lengkapnya seperti di bawah ini:

وأتٛد ابو القاسم الابح ات١عروف بالنفاط لانو كان يتجر النفط لو بقية ببغداد من اتٟسن ابي محمد الدلال على الدور ببغداد رأيتو مات بأخره ببغداد بن محمد بن علي بن محمد بن أتٛد بن عيسى بن

محمد بن العريضي.٨6٣  

Terjemah:

―Dan Ahmad Abul Qasim al-Abah yang dikenal dengan ―alNaffat‖ karena ia berdagang minyak nafat (sejenis minyak tanah), ia mempunyai keturunan di bagdad dari al-Hasan Abu Muhammad ad-Dalal Aladdauri di Bagdad, aku melihatnya wafat diakhir umurnya di Bagdad, ia anak dari Muhammad bin

‗Ali bin Muhammad bin Ahmad bin ‗Isa bin Muhammad (anNaqib) bin (‗Ali) al-Uraidi.‖

  Dari kitab Al-Majdi karya Al-Umari tersebut, disimpulkan bahwa salah seorang anak dari Ahmad bin ‗Isa bernama Muhammad, yang demikian itu sesuai dengan kitab Tahdzib al-Ansab” karya AlUbaidili. Perbedaan dari keduanya adalah, Al-Umari menerangkan tentang keturunan Ahmad bin ‗Isa yang bernama Muhammad bin ‗Ali di Basrah, sedangkan Al-Ubaidili menerangkan tentang anak dari Muhammad bin ‗Ali yaitu Al-hasan yang sudah pindah ke Bagdad.

Kedua kitab abad lima ini sepakat, bahwa Ahmad bin ‗Isa mempunyai anak bernama Muhammad dan tidak menyebut nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad.

 Ketiga, Kitab Muntaqilat al- Talibiyah karya Abu Ismail Ibrahim bin Nasir ibnu Tobatoba (w.400 an H.), yaitu sebuah kitab yang menerangkan tentang daerah-daerah lokasi perpindahan para keturunan Abi Talib. Dalam kitab itu disebutkan, bahwa keturunan Abi Talib yang ada di Roy adalah Muhammad bin Ahmad al-Naffat.   بالري( محمد بن اتٛد النفاط ابن عيٖسى بن محمد الاكبر ابن علي(

العريضي عقبو محمد وعلي واتٟستُ.ٖٙٙ

Terjemah:

―Di Kota Roy, (ada keturunan Abu Talib bernama) Muhammad bin Ahmad an-Naffat bin ‗Isa bin Muhammad al-Akbar bin ‗Ali al-Uraidi. Keturunannya (Muhammad bin Ahmad) ada tiga: Muhammad, ‗Ali dan Husain.‖ 

 Dari kutipan itu, Ahmad bin ‗Isa disebutkan mempunyai anak bernama Muhammad, sama seperti kitab Tahdi>b al- Ansa>b dan kitab Al-Majdiy. Abad kelima, konsisten, berdasarkan tiga kitab di atas, bahwa tidak ada anak Ahmad bin ‗Isa bernama Ubaidillah, dan tidak ada cucu Ahmad bin ‗Isa bernama Alwi, padahal penulisnya semasa dengan Ubaidillah dan Alwi. 

 Kitab Al-Syajarah al-Mubarakah karya Imam Al-Fakhrurazi (w.606 H.), kitab itu selesai ditulis pada tahun 597 Hijriah, dalam kitab itu Imam Al-Fakhrurazi menyatakan dengan tegas bahwa Ahmad bin ‗Isa tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah. Kutipan dari kitab itu sebagai berikut:

                                                   

366 Abu Ismail Ibrahim bin Nasir ibnu Thobatoba, Muntaqilat al-Talibiyyah (Matba‟ah Al-Haidarah, Najaf, 1388 H.) h.160.


أما أتٛد الابح فعقبو من ثلاثة بنتُٖ: محمد ابو جعفر بالري، وعلي

بالرملة، وحستُ عقبو بنيسابور.ٖٙٚ

Terjemah:

―Adapun Ahmad al-Abh, maka anaknya yang berketurunan ada tiga: Muhammad Abu ja‘far yang berada di kota Roy, ‗Ali yang berada di Ramallah, dan Husain yang keturunanya ada di

Na‘Isaburi.‖ 

 Dari kutipan di atas, Imam Al-Fakhrurazi tegas menyebutkan bahwa Ahmad al-Abh bin ‗Isa keturunannya hanya dari tiga anak, yaitu: Muhammad, ‗Ali dan Husain. Tidak ada anak bernama Ubaidilah atau Abdullah, baik yang berketurunan, maupun tidak.. Ia menyebutkan jumlah anak Ahmad bin ‗Isa dengan menggunakan “jumlah ismiyah” (proposisi dalam Bahasa Arab yang disusun menggunakan kalimat isim atau kata benda) yang menunjukan “hasr” (terbatas hanya pada yang disebutkan). Para ahli nasab mempunyai kaidah-kaidah khusus dalam ilmu nasab, diantaranya, jika menulis dengan “jumlah fi‟liyah” (proposisi Bahasa Arab yang disusun dengan menggunakan kalimat fi‟il atau kata kerja) misalnya dengan lafadz أعَْقةََ مه ثلاثح (ia berketurunan dari tiga anak), maka maksudnya jumlah anak yang dipunyai tidak terbatas kepada bilangan yag disebutkan, masih ada anak yang tidak disebutkan karena suatu hal.

Tetapi jika menggunakan “jumlah ismiyah” seperti kalimat kitab AlSyajarah al-Mubarakah itu, maka maksudnya adalah jumlah anak yang berketurunan hanya terbatas kepada bilangan yang disebutkan. Syekh Mahdi al-Raja‘iy dalam kitabnya Al-Mu‟qibun mengatakan:  ومن  ذالك اذا قالوا غقبو من فلان او العقب من فلان فانو يدل على ان عقبو منحصر فيو وٖقوت٢م أعقب من فلان فان يدل على

ان عقبو ليس تٔنحصر فيوٖٙٛ

                                                   

367 Imam Fakhruddin al-Razi, Al-Syajarah al-Mubarakah (Maktabah

Ayatullah al-Udma al-Mar‟ashi, Qum, 1419 cet. Ke-2) h. 111

Terjemah:

―Dan sebagian dari istilah para ahli nasab adalah apabila mereka berkata „‟aqibuhu min fulan‟ (keturunannya dari si fulan) atau

„al-„al-aqbu min fulan‘ (keturunan(nya) dari si fulan) maka itu menunjukan bahwa bahwa anaknya yang berketurunan terbatas kepada anak itu; dan ucapan ahli nasab „a‟qoba min fulan‟ maka itu menunjukan bahwa sesungguhnya anaknya yang

berketurunan tidak terbatas pada anak (yang disebutkan) itu.‖  Kita lihat dalam kitab Al-Syajarah al-Mubarakah menggunakan redaksi “jumlah ismiyah” : “fa „aqibuhu min salasati banin” (maka keturunan Ahmad Al-Abh itu dari tiga anak) Artinya, Imam AlFakhrurazi telah yakin seyakin-yakinnya, berdasar pengetahuannya dari sejumlah saksi, bahwa jumlah anak yang berketurunan dari Ahmad hanya terbatas kepada tiga anak: Muhammad, ‗Ali dan Husain. . Ahmad al-Abh tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah dan tidak mempunyai cucu bernama Alwi. Dari ketiga anaknya itu, semuanya, menurut Imam al-Fakhrurazi, tidak ada yang tinggal di Yaman. Dari sini kesempatan masuknya nama lain sudah tertutup secara ilmiyah.

 Imam al-Fakhrurazi, penulis kitab Al-Syajarah al-Mubarokah tinggal di Kota Roy, Iran, di mana di sana banyak keturunan Ahmad bin ‗Isa dari jalur Muhammad Abu Ja‘far, tentunya informasi tentang berapa anak yang dimiliki oleh Ahmad bin ‗Isa, ia dapatkan secara valid dari keturunan Ahmad yang tinggal di Kota Roy. Sampai pengarang kitab ini wafat tahun 606 Hijriah, sudah 261 tahun dihitung mulai dari wafatnya Ahmad bin ‗Isa, tidak ada riwayat, tidak ada kisah, tidak ada kabar bahwa Ahmad bin ‗Isa pernah punya anak yang bernama Ubaidillah dan cucu yang bernama Alwi. 

 Kitab Al-Fakhri fi Ansabitalibin karya Azizuddin Abu Tolib Ismail bin Husain al-Marwazi (w.614 H.) menyebutkan yang sama seperti kitab-kitab abad kelima, yaitu hanya menyebutkan satu jalur

                                                                                                                  

368 Mahdi al-Roja‟I, Al-Mu‟qibu>n Min Al Abi Ta>lib (Mu‟assasah Ashura, Qum, 1427 H) h. 14

keturunan Ahmad bin ‗Isa yaitu dari jalur Muhammad bin Ahmad bin ‗Isa. Adapun kutipan lengkapnya adalah:

منهم أبو جعفر الاعمى محمد بن علي بنٜ محمد بن اتٛد الابح لو

اولاد بالبصرة واخوه في اتٞبل بقم لو اولادٖٜٙ

Terjemah:

―Sebagian dari mereka (keturunan ‗Isa al-Naqib) adalah Abu Ja‘far al-a‘ma (yang buta) Muhammad bin ‗Ali bin Muhammad bin ‗Ali bin Muhammad bin Ahmad al-Abh, ia punya anak di

Basrah, dan saudaranya di ‗Al Jabal‖ di Kota Qum, ia punya anak.‖ 

 Sampai abad ketujuh ini tidak ada nama anak Ahmad yang bernama Ubaidillah dan pula tidak ada disebutkan bahwa Ahmad bin

‗Isa Hijrah ke Hadramaut dan mempunyai keturunan di sana.  Kitab Al-Asili fi Ansabittholibiyin karya Shofiyuddin Muhammad ibnu al-Toqtoqi al-Hasani (w.709 H.) menyebutkan satu sampel jalur keturunan Ahmad bin ‗Isa yaitu melalui anaknya yang bernama Muhammad bin Ahmad bin ‗Isa. Kutipan lengkapnya seperti berikut ini: 

ومن عقب أتٛد بن عيسى النقيبٖ اتٟسن بن ابي سهل أتٛد بن

علي بن ابي جعفر محمد بن أتٛدٖٚٓ  

Terjemah:

―Dan dari keturunan Ahmad bin ‗Isa an-Naqib adalah al-Hasan bin Abi Sahal Ahmad bin ‗Ali bin Abi Ja‘far Muhammad bin Ahmad.

                                                   

369  Sayid Azizuddin Abu Tholib Ismail bin Husain al-Mawarzi alAzwarqani, Al-Fakhri fi ansaabitholibin,(Maktabah Ayatullah al-Udma,

Qum, 1409 ) h. 30

370  Shofiyuddin Muhammad ibnu al-Toqtoqi al-Hasani, Al-Asili fi

Ansabittholibiyin (Matba‟ah Ayatullah al-Udma, Qum, 1318) h. 212

                Kitab Al-Sabat al Musan karya Ibn al- A‘raj al-Husaini (w.787

H.) ia mengatakan bahwa sebagian anak Ahmad bin ‗Isa adalah

Muhammad. Ia tidak menyebut ada anak Ahmad bin ‗Isa yang  bernama Ubaidillah atau Abdullah. Lihat kutipan di bawah ini:واما اتٛد فأعقب وكان من ولده ابو محمد اتٟسن الدلال ببغداد رآه شيخنا العمري ببغداد وىو مات بأخره ببغداد وىو بن محمد بن علي بن محمد بن أتٛد بن عيسى الرومي وكان لو اولاد منهم ابو

القاسم اتٛد الاشج ات١عروف بالنفاط...ٖٚٔ

Terjemah:

―Dan adapun Ahmad, maka ia berketurunan dan dari keturunannya adalah Abu Muhammad al Hasan al-Dallal di Bagdad, guruku al-Umari melihatnya di Bagdad, dan ia meninggal di Bagdad, ia adalah putra Muhammad bin ‗Ali bin Muhammad bin Ahmad bin ‗Isa al-Rumi, dan ia mempunyai beberapa anak diantaranya Abul Qasim Ahmad al-Asyaj yang dikenal dengan al-Naffath‖

 Demikian pula, telah 442 tahun berlalu, sejak kematian Ahmad bin ‗Isa, tidak ada nama anak Ahmad yang bernama Ubaidillah dan pula tidak ada disebutkan Ahmad bin ‗Isa berhijrah ke Hadramaut dan mempunyai keturunan di Hadramaut. Dalam kitab nasab yang mu‟tabar (yang diakui oleh para ahli) di abad sembilan yaitu kitab Umdat al-Talib karya Ibnu Inabah (w.828 H.), Ahmad bin ‗Isa tidak disebut mempunyai anak bernama Ubaidillah atau Abdullah. Ibnu Inabah mengatakan: 

ومنهم اتٛد الاتج بن ابي محمد اتٟسن الدلال بن محمد بن علي بن

محمد بن أتٛد بن عيسى الاكبر74٣  

                                                   

371  Ibn al- A‟raj al-Husaini, Al-Sabat al-Musan (Maktab Ulum al-Nasab, Tahqiq H‟Alil bin Ibrahim bin Halaf al-Dailami al-Zabidi, T.t. T.Tp.) h.83-84

372  Ibnu Inabah…h. 225

Terjemah:

―Sebagian dari keturunan Muhammad al-Naqib adalah Ahmad al-Ataj bin Abi Muhammad al-Hasan al-Dallal bin Muhammad bin ‗Ali bin Muhammad bin Ahmad bin ‗Isa al-Akbar.   Sampai awal abad Sembilan ini, seluruh kitab-kitab nasab yang mu‟tabar tidak ada yang menyebutkan bahwa Ahmad bin ‗Isa mempunyai anak bernama Ubaidillah, bersamaaan dengan itu, kitab abad ke-enam yaitu Al-Syajarah a-Mubarokah karya Imam Fakhrurazi yang ditulis tahun 597 Hijriah menegaskan bahwa anak Ahmad bin ‗Isa hanya tiga saja, yaitu Muhammad, ‗Ali dan Husain. Tidak ada anak Ahmad bin ‗Isa, baik yang berketurunan maupun tidak, yang bernama Ubaidillah atau Abdullah. Dari situ, adanya berita setelah tahun 597 Hijriah yang menyatakan adanya nama lain dari anak

Ahmad bin ‗Isa selain Muhammad, ‗Ali dan Husain tertolak dan batal. Sebenarnya pembahasan untuk memvalidasi siapa anak Ahmad bin ‗Isa selesai sampai di sini. Telah terbukti anak Ahmad bin ‗Isa tidak ada yang bernama Ubaidillah atau Abdullah. Nasab Ba‘alwi sampai di sini sudah terbukti nasab yang palsu.

 Penulis tambahkan bagaimana kronologi awal keluarga Ba‘alwi masuk dalam kitab nasab. Ada sebuah kitab nasab yang menyebut silsilah Ali bin Jadid yang dalam Al-Suluk disebut keturunan Jadid bin Abdullah bin Ahmad bin Isa. kitab itu adalah kitab Al-Nafhah al-

Anbariyah Syekh Muhammad Kadzim bin Abil Futuh al-Yamani alMusawi (w. 880). Adapun ibarat kitab Al-Nafhah al-Anbariyah sebagai berikut: 

فهاجر الى ال رس فأولد عيسى ومن ولد عيسى السيد اتٛد ات١نتقل الى حضرموت. فمن ولده ىناك السيد ابي اتٞديد بفتح اتٞيم وكسر الدال ات١هملة وسكون الياء ات١ثناة من تٖت وبعدىا دال القادم الى عدن في ايَم ات١سعود بن طغتكتُ بفتح الطاء ات١هملة وسكون الغتُ ات١عجمة وفتح التاء ات١ثناة من فوق ونون بعد الياء ات١ثناة من تٖت والكاف ات١كسورة ابن ايوب بن شاذي بفتح الشتُ وكسر الدال ات١عجمتتُ سنة احدي عشرة وستمائة فتوحش ات١سعود منو لامرما فقبضو وجهزه الى ارض ات٢ند ثم رجع الى حضرموت بعد وفاة ات١سعود. فمن ذريتو تٙة بنو ابي علوي وىو ابو علوي بن ابي اتٞديد بن علي بن محمد بن اتٛد بن جديد بفتح اتٞيم وكسر الدال ات١هملة وسكون الياء ات١ثناة من تٖت و دال اخرى بعدىا بن عليٖ بن محمد بن جديد بن عبد الله بن اتٛد بن عيسى ات١تقدم الذكرٖٖٚ  

―Maka Muhammad an-Naqib berhijrah ke Kota Ros, maka ia mempunyai anak Isa, dan sebagian dari anak Isa adalah Ahmad yang pindah ke Hadramaut. Maka dari keturunannya di sana adalah Sayid Abul Jadid (dengan fatah jim, kasrah dal yang tanpa titik, sukun ya yang bertitik dua di bawah, setelahnya hurup dal) yang datang di Kota Aden di masa pemerintahan alMas‘ud bin Togtokin (dengan fatah hurup tho yang tanpa titik, sukun ghain yang bertitik satu, fatah ta yang bertitik dua di atas, nun setelah ya yang bertitik dua di bawah dan kaf yang dikasrah) bin Ayub bin Syadi (dengan fatah syin, kasrah zdal yang bertitik keduanya ) tahun 611, maka al-mas‘ud kemudian melakukan tindakan kasar kepada al-Jadid karena suatu hal, maka ia menangkapnya dan menyiapkan pemindahannya ke bumi India, kemudian ia kembali ke Hadramaut setelah wafatnya al-Mas‘ud. Maka dari keturunan al-Jadid ini adalah Bani Abu Alawi, yaitu Abu Alawi bin Abul Jadid bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid bin Ali bin Muhammad bin Jadid bin Abdullah bin Ahmad bin Isa yang telah disebutkan sebelumnya."

 Dari kutipan di atas, penulis kitab an-Nafhah al-Anbariyah, Syekh Muhammad Kadzim, ia sendirian tanpa referensi dari kitabkitab nasab yang telah disebutkan: pertama ia sendirian tentang

                                                   

373 Al-Nafhah al-„Anbariyyah, h. 52

kepindahan Muhamad an-Naqib ke Kota Ros, hal itu tidak disebutkan oleh para ahli nasab sebelumnya, yang kedua ia sendirian tentang pindahnya Ahmad ke Hadramaut, tidak ada ahli nasab dalam kitabnya menyebutkan seperti itu. Ketiga ia sendirian tentang nama Abdullah sebagai anak Ahmad bin Isa, baru muncul setelah 543 tahun setelah kematian ayahnya yaitu Ahmad bin Isa. 

 Dari kitab Al-Nafhah itu, kita juga mengetahui bahwa keluarga Ba‘alwi tidak dikaitkan sama sekali dengan keluarga Jadid. Padahal, penulisnya adalah orang Yaman. ini menunjukan, bahwa pada tahun 880 pun, ulama eksternal di Yaman belum mengenal keluarga Abdurrahman Assegaf sebagai bagian keluarga Jadid.

 Lalu pada tahun 895 H., Ali bin Abu Bakar al-Sakran dari keluarga Abdurrahman Assegaf mengaku bahwa keluarganya merupakan bagian keluarga Jadid yaitu bagian keluarga Alu Abi Alwi dengan menulis suatu kitab yang berjudul Al-Burqat al-Musyiqat. Dalam kitab tersebut dimuat nasab mereka sama dengan keluarga Jadid yang dicatat Al-Suluk tahun 732 H. yaitu melalui Abdullah bin Ahmad bin Isa. 

 Kemudian setelah 101 tahun dari pengakuan Ali al-Sakran itu, barulah ada kitab nasab yang mulai mencatat nama mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Dalam kitab Tuhfatutholib Bima‘rifati man Yantasibu Ila Abdillah wa Abi Tholib, karya Sayid Muhammad bin al-Husain as-Samarqondi (w. 996) disebutkan nasab keluarga Abdurrahman Assegaf dengan redaksi yang mirip dengan kitab Al-Burqah karya Ali al-Sakran seperti berikut:

واما اتٛد بن عيسى بن محمد بن العريضي فقال ابن عنبة ابو محمد اتٟسن الدلال بن محمد بن علي بن محمد بن اتٛد بن عيسى الرومي من ولده وسكت عن غتَه. قلت رايت في بعض التعاليق ما صورتو قال المحققون بهذا الفن من اىل اليمن وحضرموت كالامام ابن تٝرة والامام اتٞندي والامام الفتوحي صاحب كتاب التلخيص والامام حستُ بن عبد الرتٛن الاىدل والامام ابي اتٟب البرعي والامام فضل بن محمد البرعي والامام محمد بن ابي بكر بن عباد الشامي والشيخ فضل الله بن عبد الله الشجري والامام عبد الرتٛن بن حسان: خرج السيد الشريف بن عيسى ومعو ولده عبد الله في تٚع من الاولاد والقرابات والاصحاب وات٠دم من البصرة والعراق الى حضرموت واستقر مسكن ذريتو واستطال فيهم بتًنً تْضرموت بعد التنقل في البلدان والتغرب عن الاوطان حكمة ات١لك ات١نان. فأولد عبد الله علويَ وعلوي اولد محمدا ومحمد اولد علويَ وعلوي اولد عليا خالع قسم وعلي خالع قسم اولد محمد صاحب مرباط واولد محمد صاحب مرباط علويَ وعليا فاما علوي فلو اربعة اولاد اتٛد ولو عقب وعبد الله ولا عقب لو وعبد ات١الك وعقبو في ات٢ند وعبد الرتٛن ولو عقب. واما علي فلو الفقيو ات١قدم

محمد ولو عقب كثتَٖٚٗ  

―Adapaun Ahmad bin Isa bin Muhammad bin (Ali) al Uraidi maka Ibnu Anbah berkata: Abu Muhammad al-Hasan al-Dallal bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa arRumi adalah dari keturunan Ahmad bin Isa, ia (Ibnu Anbah) diam tentang selain Abu Muhammad. Aku berkata (penulis kitab Tuhafatutolib): Aku melihat dalam sebagian ta‘liq (catatan pinggir sebuah kitab ditulis oleh santri dipinggir kitab ketika mendengar keterangan guru) tulisan yang bunyinya ―Telah berkata al-muhaqqiqun dari cabang ilmu ini (nasab) dari ahli Yaman dan Hadramaut, seperti Imam Ibnu Samrah, al-Imam al-

Jundi, al-Imam al-Futuhi yang mempunyai kitab at-Talkhis, alImam Husain bin Abdurrahman al-Ahdal, al-Imam Abil Hubbi al-Bur‘I, al-Imam Fadhol bin Muhammad al-Bur‘I, al-Imam Muhammad bin Abi Bakar bin Ibad as-syami, Syekh Fadlullah bin Abdullah as-Syajari, dan al-Imam Abdurrahman bin Hisan bahwa Sayid Syarif Ahmad bin Isa pergi bersama anaknya,

                                                   

374 (Tuhfatuttolib, Sayid Muhammad bin al-Husain, h. 76-77)

Abdullah, dalam rombongan para anak, kerabat, teman-teman, para pembantu dari Bashrah dan Iraq menuju Hadramaut setelah berpindah dari berbagai daerah dan bersembunyi dari berbagai Negara, sebagai hikmah Tuhan raja yang maha memberikan anugrah. Maka kemudian Abdullah mempunyai anak bernama Alwi, dan Alwi mempunyai anak bernama Muhammad, Muhammad mempunyai anak Alwi (lagi), Alwi mempunyai anak Ali Khali‘ Qosam, Ali Kholi‘ Qosam mempunyai anak bernama Muhammad Shohib Mirbath, dan Muhammad Shohib Mirbath mempunyai anak bernama Alwi dan Ali. Maka adapun Alwi maka mempunyai empat anak: Ahmad dan ia berketurunan, Abdullah ia tidak berketurunan, Abdul Malik keturunannya di India, dan Abdurrahman dan ia berketurunan. Dan adapun Ali maka ia mempunyai anak al-Faqih al-

Muqoddam Muhammad dan ia mempunyai banyak keturunan.‖ 

 Untuk menyebutkan keturunan Ahmad bin Isa, pertama penulis kitab Tuhfatuttolib mengutip pendapat Ibnu Anbah dalam kitab Umdatuttolib, dalam kitab umdah itu ditulis bahwa Ahmad bin Isa mempunyai keturunan dari anaknya yang bernama Muhammad.

Penulis tuhfatuttolib memberi tambahan ―wa sakata an gairihi‖ artinya ―Dan Ibnu Anbah diam dari keturunan lainnya‖. Dari kalimat itu penulis Tuhfah ingin mengatakan bahwa ada nama lain yang tidak disebutkan oleh Ibnu Anbah karena Ibnu Anbah tidak tegas menyebutkan berapa jumlah anak Ahmad bin Isa. Lalu ia berkata

―bahwa aku menemukan sebuah ta‘liq‖ yaitu catatan santri pada sebuah kitab ketika mengaji dihadapan guru, dalam ta‘liq itu terdapat susunan garis keturunan Ba alawi, lalu tanpa di kroscek kitab sebelumnya ta‘liq itu dimasukan dalam kitabnya. Dari situlah mulai mashurnya marga Ba Alawi sebagai keturunan Ahmad bin Isa yang kontradiksi dengan kitab-kitab nasab sebelumnya.

 Berikut ini, penulis akan membawa pembaca untuk mengetahui kronologis dari pengakuan mereka sebagai keturunan Nabi itu, maka di depan akan dibahas bahwa di Yaman ada tiga nama baru yang muncul dikatakan sebagai anak Ahmad bin ‗Isa bin Muhammad alNaqib, mereka adalah Jadid, Abdullah dan Ubaidillah. Ketiganya adalah nama susupan dalam keluarga Ahmad bin ‗Isa yang tertolak berdasarkan ilmu pengetahuan. Penulis akan membahasanya dalam beberapa judul di bawah ini.

 

Nasab Syarif Abil Jadid dari Kabilah Alu Abi Alwi 

 Ada seorang sejarawanYaman bernama Al-Janadi (w.732 H.) menulis sebuah kitab berjudul Al-Suluk fi Tabaqat al-Ulama wa alMuluk, sebuah kitab yang berbicara tentang sejarah para ulama dan para raja di Yaman. hari ini, kita dapat membaca versi cetaknya yang diterbitkan oleh Maktabah Al-irsyad di kota San‘a tahun 1416 Hijriah.

Kitab itu di-tahqiq oleh Muhammad bin ‗Ali al-Akwa‘ al-Hiwali. Menurut Al-Hiwali, versi cetak itu berdasarkan dua manuskrip yang ia dapatkan, pertama dari Dar al-Kutub al-Misriyyah. Manuskrip ini selesai ditulis oleh Al-Ara>bi bin Ahmad bin ‗Ali bin Husain alHalwa>ni pada hari Sabtu tanggal tujuh Dulhijjah tahun 877 Hijriah. Manuskrip yang kedua terdapat di Paris, ditulis oleh Ahmad bin Yahya bin Ismail bin al-Abbas bin Daud bin Yusuf bin Umar bin ‗Ali bin Rasul (putra Raja Yahya bin al-malik al-Asraf Ismail). Manuskrip ini selesai ditulis hari Senin tanggal sembilan Sha‘ban tahun 820 Hijriah.[6] Berarti, manuksrip Paris itu, ditulis setelah 88 tahun dari wafatnya Al-Janadi, dan manuskrip Dar al-Kutub al-Mishriyah ditulis setelah 145 tahun setelah wafatnya. Di dalam kitab itu, terdapat silsilah seorang ulama yang bernama Abul Hasan ‗Ali yang dikenal dengan nama Syarif Abul jadid, nasabnya disambungkan kepada

Ahmad bin ‗Isa. inilah kitab pertamakali yang menyebut adanya anak

Ahmad bin ‗Isa selain dari tiga anak yang disebut kitab Al-Syajarah al-Mubarokah di abad ke-6. Dalam versi manuskrip Paris, Abul hasan ‗Ali disebut keturunan Ahmad bin ‗Isa melalui ―anak‖ nya yang bernama Jadid, dalam versi Darul Kutub al-Misriyyah dari ―anak‖ nya yang bernama Abdullah. Kemungkinan penyambungan Abul Hasan

‗Ali kepada Ahmad bin ‗Isa itu merupakan kesalahan kutip dari AlJanadi atau dari penyalin, sangat besar, karena, keluarga ―Alu Abi Alwi‖ pada periode sebelum dan sesudahnya, hanya dikenal para sejarawan sebagai keturunan Arab dari suku Qahtan sebagaimana nanti akan dijelaskan.

 Dalam versi manukrip Paris tahun 822 Hijriah redaksi kitabnya adalah sebagai berikut:

واحببت ان اتْٟق بهم الذين وردوىا ودرسوا فيهَا وىم تٚاعَة من الطبَ قَة الاولى مِنْ هُم ابو اتْٟسن عَليّ بن تُ٤مَّد ابن أتْٛد بن حَدِيد بن أتْٛد بن عِيسَى بن تُ٤مَّد بن عَليّ ابن جَعْفَر الصَّادِق بن تُ٤مَّد الباقر بن عَليّ بن زين العابدين بن اتْٟسَتُْ بن عَليّ ابن ابي طالب كرم الله وجهو وَيعرف بالشريف ابي اتْٟدِيد عِنْد أىل اليمن اصلو من حَضرمَوْت من اشراف ىُنالك يعْرفونَ بَال ابي علوي بيت صَلَاح وَعبادَة على طريق التصوف وَ فيهِمْ فُ قَهَاء يََتِ ذكر

من اتٖقق ان شَاءَ الله تَ عالَى مَعَ أىل ب لَدهٖٚٙ

Terjemah:

―Dan aku ingin memberikan susulan nama-nama orang-orang yang datang ke Ta‘iz dan belajar di sana. Mereka adalah jama‟ah dari tingkatan pertama. sebagian dari mereka adalah

Abu al-Hasan, ‗Ali, bin Muhammad bin Ahmad bin Hadid

(Jadid, dua riwayat manuskrip) bin Ahmad bin ‗Isa bin

Muhammad bin ‗Ali bin Ja‘far al-Sadiq bin Muhammad al-

Baqir bin ‗Ali bin Zainal Abdidin bin al-Husain bin ‗Ali bin Abi

                                                   

376 Redaksi ini berdasarkan keterangan pentahqiq kitab Al-Suluk, AlHiwali, menurutnya, dalam versi manuskrip Paris silsilah Abul Jadi seperti dalam redaksi ini. Lihat Muhammad bin „Ali al-Akwa‟ Al-Hiwali dalam footnote Al-Janadi, Al-Suluk fi Tabaqat al-Ulama wa al-Muluk

(Maktabah al-Irsyad, San‟a, 1414 H.) Juz 2 h. 135

Tholib karramallahu wajhah, dan dikenal dengan nama Syarif Abul Jadid menurut penduduk Yaman. Asalnya dari Hadramaut dari para syarif di sana yang dikenal dengan Alu Abi Alwi, yang merupakan rumah kesalihan dan ibadah dalam tarikat tasawwuf. Termasuk didalamnya para ahli fikih yang akan datang penyebutan mereka yang aku ketahui dengan benar, insya Allah

Ta‘ala, bersama ahli negerinya.‖

 Sedangkan dalam versi manuskrip Mesir tahun 877 Hijriah bunyi redaksinya sebagai berikut:

واحببت ان اتْٟق بهم الذين وردوىا ودرسوا فيهَا وىم تٚاعَة من الطبَ قَة الاولى مِنْ هُم ابو اتْٟسن عَليّ بن تُ٤مَّد ابن أتْٛد بن حَدِيد بن عَليّ بن تُ٤مَّد بن حَدِيد بن عبد الله بن أتْٛد بن عِيسَى بن تُ٤مَّد بن عَليّ ابن جَعْفَر الصَّادِق بن تُ٤مَّد الباقر بن عَليّ بن زين العابدين بن اتْٟسَتُْ بن عَليّ ابن ابي طالب كرم الله وجهو وَيعرف بالشريف ابي اتْٟدِيد عِنْد أىل اليمن اصلو من حَضرمَوْت من اشراف ىُنالك يعْرفونَ بَال ابي علوي بيت صَلَاح وَعبادَة على طريق التصوف وَفيهِمْٖ فُ قَهَاء يََتِ ذكر من اتٖقق ان شَاءَ الله تَ عَالَى مَعَ أىل ب لدهٖٚٚ

―Dan aku ingin memberikan susulan nama-nama orang-orang yang datang ke Ta‘iz dan belajar di sana. Mereka adalah jama‘ah dari tingkatan pertama. sebagian dari mereka adalah

Abu al-Hasan, ‗Ali, bin Muhammad bin Ahmad bin Hadid (Jadid, dua riwayat manuskrip) bin ‗Ali bin bin Muhammad bin Jadid bin Abdullah bin Ahmad bin ‗Isa bin Muhammad bin ‗Ali bin Ja‘far al-Sadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‗Ali bin Zainal

                                                   

377Al-Janadi…Juz 2 h. 135.

Abdidin bin al-Husain bin ‗Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhah, dan dikenal dengan nama Syarif Abul Jadid menurut penduduk Yaman. Asalnya dari Hadramaut dari para syarif di sana yang dikenal dengan Alu Abi Alwi, yang merupakan rumah kesalihan dan ibadah dalam tarikat tasawwuf. Termasuk didalamnya para ahli fikih yang akan datang penyebutan mereka yang aku ketahui dengan benar, insya Allah Ta‘ala, bersama ahli negerinya.‖

 Baik versi Jadid ―bin‖ Ahmad bin ‗Isa, maupun versi Abdullah ―bin‖ Ahmad bin ‗Isa, kedua-duanya tertolak sebagai anak Ahmad bin

‗Isa, dikarenakan adanya riwayat yang tegas dari kitab Al-Syajarah alMubarakah di abad ke-6 Hijriah bahwa anak Ahmad bin ‗Isa berjumlah tiga orang, yaitu: Muhammad, ‗Ali dan Husain. Alasan lain adalah karena kitab-kitab sejarah di abad ke-4 Hijriah menyebut Banu Alwi sebagai keturuna Qahtan. Menurut penulis, Banu Alwi yang disebut Al-Hamadani (w.344 H.) dalam kitabnya Al-Iklil fi Akhbaril Yaman wa Ansabi Himyar (kitab Al-Iklil memuat kisah-kisah Negara Yaman dan nasab Himyar) adalah klan yang sama dengan Alu Abi

Alwi di Yaman yang menjadi klan dari Abul Hasan ‗Ali. Dalam penulisan nasab di Yaman kalimat ―banu‖ sering disingkat dengan kata ―ba‖, seperti kalimat ―Banu Fadal‖ disingkat ―Bafadal‖ ―Banu‘alwi‖ disingkat ―Ba‘alwi‖ dan sebagainya. Kemudian dari kata

―ba‖ ini, sering kurang tepat ditulis dengan kalimat ―aba‖. Banu Alwi adalah keluarga terhormat di Yaman, oleh karena itu Al-Hamadani menyebut mereka dengan ―Syarif‖. Jadi, kalimat ―syarif‖ untuk keluarga Banu Alwi bukan karena ia keturunan Nabi Muhammad Saw., tetapi karena memang mereka adalah keturunan Kahlan bin Saba yang merupakan penguasa Hadramaut dari Dinasti Qahtan. Kahlan sendiri, adalah saudara kandung dari Himyar bin Saba. Keluarga Banu Alwi dinisbahkan kepada Alwi bin Ayan (Alyan dalam riwayat lain). Keluarga Banu Alwi, selain disebut Al-Hamadani dalam Al-Iklil, ia disebut juga oleh Ibnu Hazm (w.456 H.) dalam kitab Jamharat Ansabil Arab (kitab kumpulan nasab orang Arab).378 Al-Hamadani berkata:

فهؤلاء بنو علوي بن عيان وقد قلوا في ديَر همدان، ولم يبق منهم إلا بيت آل عاصم وآل روشا وآل حكيم أبيات صغار. ومن أش راف بتٍ علوي شريح بن مالك، ولا أدري إلى أي ىذه البطون ىو. وقد يقول بعض علام أرحب: إن علوي صغر وكبّر. يقولون: أولد علوي بن عليان بن علوي، فأولد عليان بن عٖلوي علوي الأصغر ومنو انتشرت بنو علوي انقضت بنو علوي.ٖٜٚ  

Terjemah:

―Maka mereka adalah Banu Alwi bin ‗Ayan, mereka telah sedikit di kampung-kampung negara Hamadan, dan tidak tersisa dari mereka kecuali rumah Keluraga Alu ‗Asim, Alu Rausha, Alu Hakim, keluarga-keluarga kecil. Dan sebagian dari Bani Alwi adalah Shuraih bin Malik, aku tidak tahu dari keluarga mana ia. Dan berkata sebagian cendikiawan Arhab bahwa Alwi kadang di ―tasgir‖ (menjadi ‗Ulawi), kadang pula tidak di‖tasgir‖ (Alwi). Mereka berkata Alwi bin Alyan bin Alwi mempunyai anak. Alyan bin Alwi mempunyai anak Alwi yunior. Darinyalah menyebar Banu Alwi. Selesai pembicaraan

Banu Alwi.‖

 Perhatikan kalimat ―Wamin asyarafi bani alwi..‖ (dan sebagaian dari syarif-syarif bani alwi). Bani alwi sejak dulu disebut ―Asyraf‖, bukan karena ia keturunan Nabi Muhammad Saw, tetapi karena

                                                   

378                 Lihat Ibnu Hazm Al-Andalusi, Jamharat Ansabil Arab, (Dar al-Ma‟arif, Kairo, T.t.) cet. Ke-5 h. 896. Disebut pula oleh Ibnu al-Kalbi (w.204 H.) dalam kitab Jamharat al-Nasab )Al-Maktabah al Syamilah) juz 2 h. 314; dan dalam kitab Nasab Ma‟ad wa al-Yaman al-Kabir (Al-Maktabah alSyamilah) juz 2 h. 525. Disebut juga nasab Alwi bin Alyan dalam kitab Al-Ansab karya Al-Sahari (w. 511 H.) (Al-Maktabah al-Syamilah) h.166.

379                 Al-Hamadani, Al-Iklil (Al-Maktabah al-Syamilah, T.tp. T.t.) h. 36 mereka adalah orang-orang yang terhormat dari keturunan Kahlan dari Bani Qohton yang menguasai Hadramaut di abad ke-4 sebelum Islam. Alwi bin Ayan ini, hidup satu masa dengan leluhur Nabi Muhammad Saw. Qusay bin Kilab. Nantinya, keturunan Alwi bin Ayan ini disebut Banu Alwi, dan banyak melahirkan tokoh-tokoh besar dalam perjuangan Islam dan dalam bidang ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang Ilmu Hadits. Ibnu Hazm menyebut, keturunan Banu Alwi yang popular diantaranya adalah Yazid bin Qais, yang menjadi ―Sahibu syurthat‖ (Kepala Polisi) di masa Sayyidina ‗Ali Ra.[7]. Al-Hamadani, menyebut Yazid bin Qais ini sebagaimana di sebut Ibnu Hazm, kecu‘Ali itu, Al-Hamadani pula menyebut bahwa Qais ini juga diangkat ‗Ali sebagai penguasa Asfihan.381 Nama lain yang popular dari keluarga Banu Alwi adalah Amr bin Salmah. Al-Hamadani menyebutnya sebagai ―Syarifan nabihan dzahinan kaliman‖ (Seorang syarif yang cerdas, penghapal yang kuat, dan ahli bicara). Ia termasuk orang dekat Sayidina ‗Ali. Ketika Hasan bin ‗Ali mengadakan perdamaian dengan Muawiyah, Amr bin Salmah diutus Hasan bersama Muhammad bin al-Ash‘ats untuk menemui Muawiyah. Muawiyah sangat kagum kepada Amr akan kelantangan dan kefasihannya dalam bicara, juga akan kecerdasannya. Muawiyah bertanya kepada Amr: Apakah engkau dari keluarga Mudhar? Amr menjawab ―Ana Amr bin Salmah al-Hamadani al-Arhabi al-Alwi‖ (Aku adalah Amr bin Salmah dari Hamadan, kemudian dari Arhab, kemudian dari Banu Alwi).[8] Hamadan dan Arhab adalah dua buah Kota Yaman.

 Keluarga Banu Alwi juga dikenal sebagai para perawi hadits. Diantara para perawi hadits dari keluarga Banu Alwi, seperti yang disebut oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Al-Tahdib, adalah Amr bin Salmah di atas. Selain disebut al-Asqalani, Amr bin Salmah, disebut juga oleh Abi Hatim al-Razi dalam kitabnya Al-jarhu Wat Ta‟dil, disebut pula oleh Imam Adzahabi dalam kitab Siyaru A‟lamin Nubala dan al-Khatib al-Bagdadi dalam Tarikh Bagdad. Selain dari Amr bin Salmah, perawi hadis dari keluarga Banu Alwi adalah Amr bin Yahya, ia adalah salah satu guru dari Ibnu Abi Syaibah. Abul Hasan ‗Ali atau Syarif Abul Jadid (w. 620 H.) yang disebut Al-Janadi dalam Al-Suluk itu, juga adalah seorang ahli hadits dan bagian dari ―asyraf‖. Dua benang merah ini, yaitu ahli hadits dan ―asyraf‖ menguatkan dugaan bahwa Abul Hasan ini adalah keturunan dari Banu Alwi tersebut. Kemungkinan besar, penyalin kitab Al-Suluk ketika menyambungkan nasab Syarif Abul jadid kepada Ahmad bin ‗Isa di abad ke-9 terpengaruh oleh masivnya pengakuan keluarga Abdurrahman Assegaf waktu itu sebagai Alu Abi Alwi yang terdapat di Al-Suluk. Ketika sebelumnya, keluarga ini mengakui leluhur mereka saudara dari leluhur keluarga Al-Ahdal yang dalam salah satu namanya terdapat nama Alwi, maka ketika melihat dalam Al-Suluk terdapat nama Alwi, mereka menduga Alu Abi Alwi ini adalah leluhur mereka itu. Walaupun pada mulanya, keluarga Al-Ahdal dan Abdurrahman Assegaf mengaku bersaudara dengan sama-sama mempunyai leluhur Alwi, tetapi hari ini, nasab mereka ketika menyambungkan kepada Nabi Muhammad Saw. berbeda-beda. Nama pokok dari leluhur mereka tetap ada dalam dua silsilah mereka yaitu:

Ubaid, ‗Isa dan Alwi, tetapi susunan dan jalurnya kini telah berbeda. Keluarga Al-Ahdal menyambungkan nasabnya melalui Aon bin Musa al-Kadim, sedangkan keluarga Abdurrahman Assegaf melalui adik Musa al-kadim yaitu ‗Ali al-Uraidi. Secara mendetail, masalah ini akan dijelaskan kemudian. Pada tahun 839 Hijriah, nama kabilah Abu Alwi ditulis oleh Al-Maqrizi dalam kitabnya Al-Turfat al-Garibat

sebagai ―Arab Hadramaut‖.[9] Dari sini, linier antara berita dari AlHamadani di abad ke-4 sampai Al-Maqrizi di abad ke-9 bahwa kabilah Abu Alwi adalah orang Arab dari Hadramaut, bukan keturunan Nabi Muhammad Saw. kesimpulan sub judul ini adalah, silsilah Abul Hasan ‗Ali kepada Ahmad bin ‗Isa, baik melalui Jadid bin Ahmad bin ‗Isa, maupun Abdulah bin Ahmad bin ‗Isa, tertolak karena Ahmad bin ‗Isa tidak mempunyai anak bernama Jadid dan Abdullah, sebagaimana ditegaskan kitab Abad ke-6, Al-Syajarah alMubarokah.

Keluarga Abdurrahman Al-Saqqaf mengaku sebagai Alu Abi

Alwi

 Pada abad sembilan Hijriah, di Kota Tarim Provinsi Hadramaut, ada sebuah klan yang mengaku sebagai ―Alu Abi Alwi‖ yang disebut dalam kitab Al-Suluk karya Al-Janadi (w.732 H.). Klan itu, untuk waktu berikutnya mulai dikenal dengan nama ―Ba‘alwi‖. Klan itu adalah Klan Abdurrahman bin Muhammad al-Saqaf, ia lahir di Tarim tahun 739 Hijriah dan wafat tahun 819 Hijriah dimakamkan di pemakaman Zanbal Tarim.384 Nampaknya, penelusuran silsilah klan Abdurrahman al-Saqqaf mulai dilakukan sejak ia masih hidup, persis setelah mereka membaca kitab Al-Suluk karya Al-janadi. Kemudian secara formal baru ditulis pada masa ‗Ali al-Sakran yang wafat tahun 895 Hijriah. 

 Ketika membaca kitab Al-suluk tentang hijrahnya leluhur Bani Ahdal dari Irak, klan Abdurrahman al-Saqaf kemudian berasumsi bahwa leluhurnya hijrah bersama leluhur Bani Ahdal tersebut dan kemudian disebut sebagai saudara laki-laki atau saudara sepupunya. Perhatikat ibarat kitab Al-Suluk tentang hijrahnya leluhur Bani Ahdal di bawah ini:

واما الاىدل فَ هُوَ بهاء سَاكنة بعد الف ولَام وىاء بعْدىَا دَال مُهْملة مَفْتوحَة ثمَّ لَام سَاكنة كَانَ كَبتَ القدر شهتَ الذكر ي قَال أن جده تُ٤مَّد قدم من بلد العراق الى اليمن وىُوَ شريف حسيتٍ قدم على قدم التصوف وَسكن اجوال السَّوْدَاء من وَادي

                                                   

384  Lihat Muhammad bin Abu Bakar al-Shili, Al-Mashra‟ al-Rawi, (T.pn.

T.tp. 1402 H.) h. 323 & 331

385  Al-Janadi… juz 2 h. 360

Terjemah‖

―Dan adapun Al-Ahdal, maka ia (dibaca) dengan ―ha‖ yang sukun setelah ―‗Alif‖, ―lam‖ dan ―ha‖. Setelah ― ha‖ itu ada hurup ―dal‖ yang di‖fatahkan‖ yang tanpa titik, kemudian ada ―lam‖ yang sukun. Ia seorang yang berkedudukan tinggi yang popular. Disebutkan bahwa kakeknya datang dari Irak ke negeri

Yaman, ia seorang ―Syarif Husaini‖. Ia datang dengan tapak tasawuf, ia menempati ―Ajwal al-Sauda‘ dari lembah Siham.‖  Dalam ibarat Al-janadi di atas disebutkan leluhur Bani Ahdal yang bernama Muhammad bin Sulaiman, adalah seorang ―Syarif Husaini‖ dan ia berhijrah dari Irak ke Yaman. Dari situ, klan Abdurrahman al-Saqaf membonceng sejarah itu bahwa leluhurnya juga adalah seorang ―Syarif Husaini‖ karena ia sepupu (satu kakek) dari Muhammad bin Sulaiman, dan pindah dari Irak ke Yaman bersama Muhammad bin Sulaiman. Hal itu dilakukan tanpa mengkroscek apakah informasi Al-janadi itu ditopang oleh sumber atau tidak. Dan nanti akan terbukti bahwa ke-syarif-an Bani Ahdal ini tertolak. Setelah berkembang informasi bahwa leluhur Bani Ahdal, Muhammad bin Sulaiman dan leluhur klan Abdurrahman al-Saqaf keduanya adalah sepupu di tengah masyarakat, maka seorang Bani Ahdal pun kemudian mencatat dalam kitabnya bahwa: ada yang mengatakan leluhurnya yaitu Muhammad bin Sulaiman adalah saudara dari leluhur Ba‘alwi. Dipermulaan narasi itu terbentuk, nama

Ahmad bin ‗Isa belum muncul sebagai leluhur klan Abdurrahman alSaqaf yang berhijrah bersama Muhammad bin Sulaiman. Perhatikan ibarat Husain al-Ahdal (w.855 H.) dalam kitabnya ―Tuhfat al-Zaman‖ di bawah ini:

 وحكي لنا عن بعضهم ان محمد ات١ذكور خرج ىو واخ لو وابن عم فعمد اخوه وابن عمو الى الشرق فذريتو ال با علوي في

حضرموتٖٛٙ  

 Terjemah:

―Diceritakan kepada kami dari sebagian orang, bahwa Muhammad (bin Sulaiman) tersebut keluar (berhijrah) bersama saudara laki-laki dan saudara sepupunya. Kemudian saudara laki-laki dan saudara sepupunya itu menuju timur. Maka keturunan dari saudara sepupunya itu adalah keluarga Ba‘alwi di Hadramaut‖

 Dalam ibarat ini dijelaskan, bahwa leluhur Bani Ahdal, Muhammad bin Sulaiman, pindah dari Irak ke Yaman bersama saudara laki-lakinya (nanti akan diketahui bahwa itu leluhur Bani Qudaimi) dan saudara sepupunya (satu kakek) yaitu Ba‘alwi di

Hadramaut. Setelah diketahui bahwa Bani Ahdal dan Ba‘alwi satu kakek, maka keturunan Bani Ahdal dan Ba‘alwi di abad sembilan menemukan masalah baru, yaitu susunan lengkap silsilah mereka yang sudah disebut Al-Janadi sebagai ―Syarif Husaini‖ itu, karena AlJanadi tidak menyajikan silsilah Muhammad bin Sulaiman sampai kepada Nabi Muhammad Saw. maka kita lihat bagaimana usaha-usaha dari kedua keluarga ini dalam menelusuri silsilah keluarga mereka. Dari Bani Ahdal, Husain al-Ahdal (w.855 H.) telah mencoba melengkapi silsilah Muhammad bin Sulaiman seperti di bawah ini:  ووجدت  في بعض الاوراق نسبو مرفوعا فقال محمد بن سليمان بن عبيد بن عيسى بن علوي بن محمد بن تٛحام بن عون بن اتٟسن

                                                   

386 Al-Husain bin Abdurrahman bin Muhammad al-Ahdal, Tuhfat alZaman fi Tarikh Sadat al-Yaman (Maktabah al-Irsyad, San‟a, 1433 H.) juz 2 h. 238

بن اتٟستُ مصغرا بن علي زين العابدين وفي موضع اخرٖ ابن عون بن موسى الكاظم بن جعفر الصادق بن محمد الباقر...ٖٛٚ

Terjemah:

―Dan aku menemukan nasab Muhammad bin Sulaiman dalam sebagian lembaran-lembaran dalam keadaan disambungkan (kepada Rasulullah), maka ia berkata: Muhammad bin Sulaiman bin Ubaid bin ‗Isa bin Alwi bin Muhammad bin Himham bin

Aon bin al-Hasan bin al-Husain –yang bergelar Al-Ashgar-- bin

‗Ali Zanal Abidin, dalam tempat lain, bin Aon bin Musa alKadzim bin Ja‘far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir…‖  Dari usaha Husain al-Ahdal dalam kitab Tuhfat al-Zaman ini ditemukan bahwa nasab Bani Ahdal ada dua versi pertama:

Muhammad bin Sulaiman bin Ubaid bin ‗Isa bin Alwi bin Muhammad bin Himham bin Aon bin al-Hasan bin al-Husain bin ‗Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fatimah bin Nabi Muhammad saw. Versi kedua adalah: Muhammad bin Sulaiman bin Ubaid bin ‗Isa bin Alwi bin Muhammad bin Himham bin Aon bin Musa al-Kadim bin Ja‘far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‗Ali bin Husain bin Fatimah bin Nabi Muhammad saw. Berarti jika leluhur Ba‘alwi adalah sepupunya maka berarti ia satu kakek. Dengan memperkirakan bahwa leluhur Ba‘alwi yang hijrah bersama Muhammad bin Sulaiman itu adalah ‗Ali (Khaliqosam), maka silsilah versi pertama adalah: ‗Ali bin

Alwi bin Ubaid bin ‗Isa bin Alwi bin Muhammad bin Himham bin Aon bin al-Hasan bin al-Husain bin ‗Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fatimah bin Nabi Muhammad saw. sedangkan versi kedua adalah sebagai berikut: ‗Ali bin Alwi bin Ubaid bin ‗Isa bin Alwi bin Muhammad bin Himham bin Aon bin Musa al-Kadim bin Ja‘far alShadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‗Ali bin Husain bin Fatimah bin Nabi Muhammad saw. 

Lihat bagan di bawah ini:

                                                   

387 Al-Husain al-Ahdal…juz 2 h. 238

No

VERSI PERTAMA

VERSI KEDUA

 

Leluhur

Abdurrahman alSaqqaf

Leluhur

Bani Ahdal

Leluhur

Aburrahman alSaqqaf

Leluhur

Bani Ahdal

16.

Nabi Muhammad Saw

Nabi

Muhammad

Saw

Nabi Muhammad Saw

Nabi

Muhammad

Saw

17.

Fatimah 

Fatimah

Fatimah

Fatimah

18.

Husain

Husain

Husain

Husain

19.

‗Ali Zainal

‗Ali Zainal

‗Ali Zainal

‗Ali Zainal

20.

Al-husain (al-Asgar)

Al-Husain (al-Asgar)

Muhammad al-

Baqir

Muhammad

al-Baqir

21.

Al-hasan

Al-hasan

Ja‘far al-Shadiq

Ja‘far al-

Shadiq

22.

Aon

Aon

Musa al-Kadim

Musa alKadim

23.

Himham

Himham

Aon

Aon

24.

Muhammad

Muhammad

Himham

Himham

25.

Alwi

Alwi

Muhammad

Muhammad

26.

‗Isa

‗Isa

Alwi

Alwi

27.

Ubaid

Ubaid

‗Isa

‗Isa

28.

Alwi

Sulaiman

Ubaid

Ubaid

29.

‗Ali

(Kh‘Aliqosamam)

Muhammad

Alwi

Sulaiman

30.

 

 

‗Ali

(Kh‘Aliqosam)

Muhammad

 

 Lihat kakek mereka adalah sama-sama Ubaid. Ubaid inilah yang nanti dalam keluarga Abdurrahman al-Saqqaf berubah menjadi Abdullah kemudian Ubaidillah. Perlu diketahui pula, sebelumnya tidak ada suatu sumber pun yang dijadikan rujukan susunan silsilah semacam gambar di atas dari kedua keluarga, ia baru disusun pada abad ke-9 Hijriah. kitab Al-Suluk karya Al-Janadi pun hanya menyebut keluarga Bani Ahdal sebagai ―Syarif Husaini‖ (keturunan Nabi dari jalur Husain) tidak mengurut nama-nama silsilahnya. Diakui oleh Husain al-Ahdal (w.855 H.), bahwa ia menyambungkan silsilah seperti di atas, baik versi pertama maupun kedua, hanya berdasar lembaran yang ia temukan di abad ke-9. Sedangkan silsilah keluarga Abdurrahman al-Saqaf, hanya membonceng dalam silsilah Bani Ahdal. Dan susunan semacam itu tertolak oleh kitab-kitab nasab yang yang telah ditulis pada abad ke-5 sampai kesembilan, karena diketahui bahwa Al-Hasan bin Husain al-Ashgar tidak mempunyai anak bernama Aon,[10] dan Musa al-Kadim tidak mempunyai anak bernama Aon pula.[11] Kedanya tertolak.

 Keluarga Abdurrahman al-Saqaf pun mengadakan usaha yang sama seperti keluarga Bani Ahdal untuk dapat melengkapi silsilah mereka. Kemungkinan, ketika mereka mengetahui bahwa silsilah Bani Ahdal telah ditemukan, dan di dalamnya tertolak oleh kitab-kitab nasab, maka mereka mulai mendapatkan sedikit harapan dari kitab Al-

Suluk, yaitu ketika ditemukan silsilah dari Abul Hasan ‗Ali atau Syarif Abul Jadid, di mana dalam silsilah itu ada dua nama yang sama dengan silsilah Bani Ahdal, yaitu ‗Isa dan Alwi; dan ada satu nama yang mirip yaitu Abdullah yang mirip dengan Ubaid. Apalagi ada kalimat bahwa Syarif Abul Jadid ini berasal dari keluarga ―Alu Abi

Alwi‖, di mana nama Alwi telah ada dalam silsilah Bani Ahdal itu. Hal yang demikian membuat keluarga Abdurrahman al-Saqaf menganggap silsilah inilah yang lebih meyakinkan karena telah masuk dalam kitab sejarah penting di Yaman, yaitu Al-Suluk, dibanding hasil usaha dari Husain al-Ahdal yang jelas susunan nasab seperti itu tertolak kitab-kitab nasab. secara formal, usaha itu dilaksanakan dengan baik oleh cucu Abdurrahman al-Saqaf yang bernama ‗Ali bin Abubakar al-Sakran bin Abdurrahman al-Saqaf yang wafat tahun 895 Hijriah. Ia menulis sebuah kitab yang berjudul Al-Burqat al-Musiqat yang mulai memperkenalkan silsilah permanen dari keluarganya melalui jalur yang sama dengan silsilah Syarif Abul Jadid. Tentu usaha itu memerlukan kerja tambahan yaitu harus mampu mengharmonisasikan sejarah keluarga mereka dengan sejarah keluarga Syarif Abul Jadid, plus harus pula diharmonisasi dengan keluarga Bani Ahdal yang sebelumnya mereka telah membonceng sejarahnya. Nanti kita akan dapat melihat betapa pun usaha harmonisasi itu dilakukan, tetapi hasilnya masih tetap banyak kebocoran di sana sini.

Redaksi yang ditulis Al-janadi dalam kitab Al-Suluk tentang   nasab Syarif Abul Jadid atau Abu Hasan ‗Ali adalah sebagai berikut:واحببت ان اتْٟق بهم الذين وردوىا ودرسوا فيهَا وىم تٚاعَة من الطبَ قَة الاولى مِنْ هُم ابو اتْٟسن عَليّ بن تُ٤مَّد ابن أتْٛد بن حَدِيد بن عَليّ بن تُ٤مَّد بن حَدِيد بن عبد الله بن أتْٛد بن عِيسَى بن تُ٤مَّد بن عَليّ ابن جَعْفَر الصَّادِق بن تُ٤مَّد الباقر بن عَليّ بن زين العابدين بن اتْٟسَتُْ بن عَليّ ابن ابي طالب كرم الله وجهو وَيعرف بالشريف ابي اتْٟدِيد عِنْد أىل اليمن اصلو من حَضرمَوْت من اشراف ىُنَالك يعْرفونَ بَال ابي علوي بيت صَلَاح وَعبادَة على طريق التصوف وَفيهِمْٖ فُ قَهَاء يََتِ ذكر من اتٖقق ان شَاءَ الله

تَ عَالَى مَعَ أىل ب لدهٖٜٓ

Terjemah:

―Dan aku ingin memberikan susulan nama-nama orang-orang yang datang ke Ta‘iz dan belajar di sana. Mereka adalah jama‘ah dari tingkatan pertama. sebagian dari mereka adalah

Abu al-Hasan, ‗Ali, bin Muhammad bin Ahmad bin Hadid

(Jadid, dua riwayat manuskrip) bin ‗Ali bin bin Muhammad bin Jadid bin Abdullah bin Ahmad bin ‗Isa bin Muhammad bin ‗Ali bin Ja‘far al-Sadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‗Ali bin Zainal

Abdidin bin al-Husain bin ‗Ali bin Abi Tholib karramallahu

                                                   

390 Al-janadi…juz 2 h. 135-136

wajhah, dan dikenal dengan nama Syarif Abul Jadid menurut penduduk Yaman. Asalnya dari Hadramaut dari para syarif di sana yang dikenal dengan Al Abi Alwi, yang merupakan rumah kesalihan dan ibadah dalam tarikat tasawwuf. Termasuk didalamnya para ahli fikih yang akan datang penyebutan mereka yang aku ketahui dengan benar, insya Allah Ta‘ala, bersama ahli negerinya.‖

 Dari redaksi ini, ‗Ali bin Abubakar al-Sakran kemudian mengurut silsilah keluarga Abdurrahman al-Saqaf berbeda dari keluarga Bani Ahdal yang katanya satu kakek itu. perhatikan ucapan ‗Ali al-Sakran di bawah ini:

وقد فهمت ت٦ا تقدم اولا منقولا من تًريخ اتٞندي وتلخيص العواجي وسبق بو الكلام في ترتٚة الامام ابي اتٟسن عَليّ بن تُ٤مَّد ابن أتْٛد جدِيد انو عبد الله بن اتٛد بن عيسى حيث قال: مِنْ هُم ابو اتْٟسن عَليّ بن تُ٤مَّد ابن أتْٛد بن حَدِيد بن عَليّ بن تُ٤مَّد بن حَدِيد بن عبد الله بن أتْٛد بن عِيسَى بن تُ٤مَّد بن عَليّ ابن جَعْفَر الصَّادِق بن تُ٤مَّد الباقر بن عَليّ بن زين العابدين بن اتْٟسَتُْ بن عَليّ ابن ابي طالب كرم الله وجهو وَيعرف بالشريف ابي اتْٟدِيد عِند أىل اليمن اصلو من حَضرمَوْت من اشراف ىُنالك يعْرفونَ بَال ابي علوي بيت صَلَاح وَعبادَة على طريق التصوف انتهىٔ       .

Terjemah:

―Dan aku memahami dari keterangan yang telah lewat, untuk pertama kali, berdasar apa yang terdapat dari Tarikh al-Janadi (kitab al-Suluk) dan kitab Talkhis al-Awaji, dan telah disebutkan pembicaraan tentangnya, dalam menerangkan biografi sosok al-Imam Abu al Hasan, ‗Ali bin Muhammad bin

Ahmad Jadid, bahwa Ubaid itu adalah Abdullah bin Ahmad bin

                                                   

391 „Ali bin Abubakar al-Sakran,… h. 150

‗Isa. (yaitu) ketika ia (al-Janadi) berkata: sebagian dari mereka adalah Abu al-Hasan, ‗Ali, bin Muhammad bin Jadid (Hadid, dua riwayat manuskrip) bin Abdullah bin Ahmad bin ‗Isa bin Muhammad bin ‗Ali bin Ja‘far al-Shadiq bin Muhammad alBaqir bin ‗Ali bin Zainal Abdidin bin al-Husain bin ‗Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhah, dan dikenal dengan nama Syarif Abul Jadid menurut penduduk Yaman, asalnya dari Hadramaut dari para syarif di sana yang dikenal dengan Alu Abi Alwi, yang merupakan rumah kesalihan dan ibadah dalam tarikat tasawwuf‖.

 Untuk selanjutnya, ‗Ali al-Sakran mengurut silsilah keluarga Abdurrahman menjadi sebagai berikut: ‗Ali (khaliqosam) bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ahmad bin Ubaid (Ubaidillah/Abdullah)

―bin‖ Ahmad bin ‗Isa bin Muhammad al-Naqib bin ‗Ali al-Uraidi bin

Ja‘far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‗Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fatimah binti Muhammad Saw. Dari sini kita melihat, silsilah nasab keluarga Abdurrahman al-Saqaf terjadi perubahan signifikan dari silsilah Bani Ahdal yang katanya satu kakek tersebut. Dalam versi Husain al-Ahdal tiga nama yang berurut yaitu: Ubaid bin

‗Isa bin Alwi, telah berubah menjadi Alwi bin Ubaid bin Ahmad bin

‗Isa, dengan ditambah Ahmad antara ubaid dan ‗Isa. perubahan itu berdasarkan silsilah keluarga Syarif Abul Jadid tersebut. Sayangnya, kreasi (ijtihad) yang luarbiasa ini tidak diamini oleh keluarga Bani Ahdal, untuk waktu-waktu berikutnya keluarga Bani Ahdal tidak menggunakan versi keluarga Abdurrahman al-Saqaf ini, mereka tetap menggunakan salah satu versi silsilah dari yang disebut Husain alAhdal dalam kitabnya Tuhfat al-Zaman. Akhirnya, dua orang yang satu kakek ini kemudian silsilahnya berbeda. Seperti Abu Bakar bin Abil Qasim bin Ahmad al-Ahdal (w. 1035 H.) dalam kitabnya AlAhsab al-‟Aliyyah fi al-Ansab al-Ahdaliyyah mengatakan:

وأما نسبو رضي الله عنه فهو علي الأىدل بن عمر بن محمد بن سليمان بن عبيد بن عيسى بن علوي بن محمد بن تٛحام بن عون بن موسى الكاظم بن جعفر الصادق بن محمد الباقر بن علي زين العابدين بن اتٟسٕتُٜٖ بن علي بن أبي طالب رضوان الله عليهم أتٚعتُ ىذا

نسبو     

Terjemah:

―Dan adapun nasabnya, radiallahu ‗anhu, adalah: ‗Ali al-Ahdal bin Umar bin Muhammad bin Sulaiman bin Ubaid bin ‗Isa bin Alwi bin Muhammad bin Himham bin ‗Aon bin Musa al-kadim bin Ja‘far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‗Ali Zainal ‗Abidin bin al-Husain bin ‗Ali bin Abi Talib, Ridwanallahu ‗alaihim ajma‘in‖

 Dari sinilah kemudian singkronisasi dan harmonisasi antara sejarah Bani Ahdal dan Syarif Abil Jadid yang diramu keluarga Abdurrahman al-Saqaf menjadi sulit dilakukan. Sebelum membicarakan kerancuan, penulis ingin mengungkapkan, bahwa keluarga Abdurrahman al-Saqaf semenjak usaha mereka mencari silsilah dan menemukan harapan dari kitab Al-Suluk itu, telah mengidentifikasi diri dengan sebutan permanen sebagai keluarga ―Aba Alwi‖ yang kemudian menjadi ―Ba‘alwi‖. Nama itu didapat dari penamaan Al-Janadi terhadap keluarga Syarif Abil Jadid. Usaha singkronisasi itu untuk waktu kemudian lebih mengarah ke sejarah Syarif Abul Jadid daripada sejarah Bani Ahdal, akibatnya, ketidakakurat-an susunan sejarah, untuk waktu selanjutnya terlihat antara sejarah Ba‘alwi dan sejarah Bani Ahdal. 

 

‘Alwi Menjadi Saudara syarif Abul Jadid

 ‗Ali bin Abubakar al-Sakran (w.895 H.), cucu Abdurrahman alSaqaf, dari abad sembilan mengurut silsilah keluarganya sebagai berikut: Abdurrahman al-Saqaf bin Muhammad (Maula Dawilah) bin ‗Ali (Sahibudark) bin Alwi (Al-Gayyur) bin Muhmmad (Faqih

                                                   

392 Abu Bakar bin Abil Qasim bin Ahmad al-Ahdal, “Al-Ahsab al-‟Aliyyah fi al-Ansab al-Ahd‟Aliyyah” (T.pn. T.tp. T.t.) h.4

Muqoddam) bin ‗Ali bin Muhammad (Sahib Mirbat) bin ‗Ali (Khaliqosam) bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaid ―bin‖ Ahmad bin ‗Isa bin Muhammad al-Naqib bin ‗Ali al-Uraidi bin Ja‘far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‗Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fatimah bin Nabi Muhammad Saw. silsilah ini benar-benar telah berbeda dengan silsilah saudara sepupu Ba‘alwi yaitu Bani Ahdal. Bani Ahdal yang sejarahnya dalam Al-Suluk telah dibonceng itu kini telah ditinggalkan; nama Ubaid, ‗Isa dan Alwi, yang didapat dari susunan silsilah keluarga Bani Ahdal itu kini susunannya telah berubah. Setelah dulu membonceng sejarah Muhammad bin Sulaiman yang disebut kitab Al-Suluk berhijrah dari Irak ke Yaman sebagai seorang ―Syarif Husaini‖, kemudian dikatakan bahwa leluhur Ba‘alwi hijrah bersama Muhammad bin Sulaiman dan merupakan saudara sepupu (satu kakek), kini Ba‘alwi harus pula dapat menyambungkan silsilah dan kesejarahan mereka itu dengan silsilah dan kesejarahan Syarif Abul jadid dari keluarga Abu Alwi, yang ia berusaha membonceng itu. Maka untuk keperluan itu, dikatakanlah bahwa Jadid bin Abdullah bin Ahmad bin ‗Isa adalah saudara satu ayah dengan

‗Alwi dengan menambah satu nama lagi sebagai saudara yaitu Basri.

Jadi, Ubaid ini mempunyai anak tiga: Jadid, Alwi dan Basri. ‗Ali alSakran mengatakan:

ولعلوي بن عبد الله بن أتٛد بن عيسى بن محمد بن علي بن جعفر اخ اتٝو الشيخ جديد...وٜتٖٞديد بن عبد الله وعلوي بن عبد الله اخ اتٝو الشيخ بصري...

Terjemah:

―Dan bagi ‗Alwi bin Abdullah bin Ahmad bin ‗Isa bin Muhammad bin ‗Ali bin Ja‘far ada saudara laki-laki namanya

Syaikh Jadid…dan bagi Jadid bin Abdullah dan ‗Alwi bin

Abdullah ada sudara laki-laki yang bernama Syaikh Bashri‖

                                                   

393 „Ali bin Abubakar al-Sakran… h. 151-152

             Dasar-dasar singkronisasi sejarah keluarga Abdurrahman al-

Saqaf yang kini telah memperkenalkan diri sebagai Ba‘alwi itu benarbenar telah dibangun sedemikian rupa oleh ‗Ali al-Sakran, paling tidak menurut versi formal yang ditulis dalam sebuah kitab yang dapat kita temui. Tentu, dasar-dasar itu, penulis yakini, telah berkembang sebelum ‗Ali al-Sakran menulisnya, hal itu terkait usaha-usaha keluarga Abdurrahman al-Saqaf dalam mencari silsilah keluarganya yang dimulai dari membonceng sejarah dan silsilah Bani Ahdal kemudian beralih kepada silsilah nasab dan sejarah Syarif Abil Jadid dari keluarga Abu Alwi yang terdapat dalam Al-Suluk. Termasuk, konon, adanya kitab yang bernama Al-jauhar al-Syafaf yang ditulis oleh Abdurrahman al-Khatib. Penulis mengabaikan kitab ini, karena salah satu manuskrip yang versi PDF-nya penulis punyai tidak meyakinkan bahwa kitab ini benar-benar ditulis oleh orang yang berada di abad sembilan Hijriah. Rupanya kitab Al-Suluk yang ditulis awal abad ke-8, benar-benar sangat dihormati oleh ulama abad ke-9 Hijriah itu, sehingga leluhur keluarga yang tidak tercatat dalam AlSuluk, seperti keluarga Abdurrahman al-Saqaf ini, harus berusaha maksimal mencari celah kekosongan yang bisa diisi keluarga mereka. Usaha itu, dilakukan pertama dengan membonceng sejarah Bani Ahdal tentang hijrahnya leluhur Bani Ahdal yaitu Muhammad bin Sulaiman, dengan mengatakan bahwa leluhur Abdurrahman al-Saqaf ini adalah saudara sepupu satu kakek dengan Muhammad bin Sulaiman. Untuk kemudian, membonceng sejarah dan silsilah Syarif Abil jadid untuk melengkapi, mengkreasi plus merestorasi silsilah keluarga Bani Ahdal yang masih belum final dan mempunyai dua versi. Sungguh sangat disayangkan, ‗Ali al-Sakran hanya berpegang dengan satu manuskrip Al-Suluk, yaitu manuskrip versi Mesir yang disalin tahun 877 Hijriah. Rupanya, manuskrip yang lebih tua, seperti mansukrip Paris yang disalin tahun 822 H., yang tidak menyebut nama Abdullah tidak sampai kepada ‗Ali al-Sakran. Akibatnya, silsilah

Ba‘alwi hari ini bukan hanya ditolak oleh kitab-kitab nasab, tetapi dirinya juga tertolak oleh kitab Al-Suluk sendiri dengan manuskrip yang lebih tua. Dalam manuskrip yang lebih tua disebutkan, bahwa Jadid bukan anak Abdullah bin Ahmad, tetapi ia adalah anak langsung dari Ahmad. Tidak pula bisa dikatakan bahwa penyebutan Jadid bin Ahmad adalah silsilah versi pendek dari silsilah panjang yang telah diketahui, karena penyebutan Jadid sebagai anak Abdullah tidak pernah disebutkan kitab-kitab semasa atau sebelumnya. Maka manuskrip yang lebih tua yang harus diduga kuat lebih mendekati kebenaran daripada yang lebih muda. Dengan tidak adanya nama

Abdullah dalam manuskrip Paris yang lebih tua, maka teori ‗Ali alSakran bahwa Ubaid yang tercatat dalam versi Bani Ahdal adalah nama lain dari Abdullah, tertolak mentah-mentah.

 

Jadid Tidak Ada Kaitan Dengan Kelaurga Ba’alwi

Tidak ada kitab yang semasa dengan Al-Suluk atau yang lebih tua menyebutkan Jadid mempunyai saudara bernama Alwi bin Ubed atau Abdullah. Kitab al Suluk yang terdapat nama Abdullah bin Ahmad diterbitkan berdasarkan manuskrip muda dari Mesir berangka tahun 877 H. sedangkan dalam manuskrip yang tua berangka tahun 820 H. nama Abdullah tidak ada. Dalam manuskrip tersebut Jadid disebut bin Ahmad bin Isa bukan bin Abdullah. Maka pengakuan Ali bin Abu Bakar al Sakran bahwa Jadid bersaudara dengan Alwi tertolak. 

Kitab-kitab yang menyebut Ali bin Jadid, tidak pernah mengaitkan Ali bin Jadid dengan keluarga Abdurrahman Assegaf kecuali setelah abad ke-9 H. kitab-kitab abad ke-8 H. seperti Al-Suluk, menyebut nama-nama yang berkaitan dengan Ali bin Jadid, tidak ada satupun menyebut keluarga Ba‘alwi, mereka adalah: Ibrahim bin Ahmad al-Quraidzi (guru), Abdul Malik (adik), Syekh Mudafi‘ (guru), Muhammad bin Mas‘ud al-Sufali (murid), Ibnu Nasir al-himyari (murid), Ahmad bin Muhammad al-Junaid, Hasan bin Rasyid (murid), Muhammad bin Ibrahim al-Fasyali (murid), Umar bin Ali Sohibu Baiti Husain (murid Al-fasyali), Al-Mas‘ud bin al-Kamil (Raja yang mengusir Syekh Mudafi dan Ali bin Jadid), Imran bin Rafi‘ alQarabili (murid), Abul Haddad (guru Syekh Mudafi‘), Syekh Abdul Qadir al-Jailani (guru Abul Haddad), Ibnu Ridwan (adik ipar Syekh Mudafi‘), Muhammad (cucu Syekh Mudafi‘), Abu Bakar (cucu Syekh Mudafi‘), dan Umar (cucu syekh Mudafi‘).[12] Tidak ada nama-nama keluarga Abdurrahman Assegaf. 

Kitab Al-Suluk ketika menjelaskan biografi Ali bin Jadid, menyebut nama-nama kota di Hadramaut, tetapi tidak pernah menyebut nama kota Tarim (tempat keluarga Abdurrahman Assegaf). Kota-kota yang disebut dalam perjalanan hidup Ali bin Jadid adalah:

Yaman, Hadramaut, ‗Adn, Al-Wahiz, Dzu huzaim, Al-Jabal, Ta‘iz, India, Dzifar, Daynul, Tihamah, Zabid, Al-Mahjam, Marjaf, Makkah, Syar‘ab, dll .[13][14] Dalam kitab itu, sama sekali kota Tarim tidak disebut dalam biografi Ali bin Jadid. Ini pula indikasi tambahan yang menunjukan bahwa Ali bin Jadid ini tidak mempunyai hubungan dengan keluarga Abdurrahman Assegaf yang berasal dari Tarim.

Nama-nama dalam kitab Al-Suluk yang diklaim Ali al Sakran dan penulis Ba‘alwi lainnya, sebagai nama-nama keluarga Abdurrahman Assegaf terbantah oleh kitab nasab mereka sendiri. ada nama Muhammad bin Ali Ba Alwi, tetapi apakah betul itu al-Faqih alMuqoddam? Kita lihat ibarat al-Janadi berikut!

 وَمن بيت أبي علوي قد تقدم تَ٢ُم بعض ذكر مَعَ ذكر أبي جَدِيد مَعَ واردي تعز وىم بيت صَلَاح طريق وَنسب فيهم تٚاعَة مِنْ هُم حسن بن تُ٤ مَّد بن عَليّ باعلوي كَانَ فقِيها يحفظ الوجِيزٖ للغزالي غيبا وكَانَ لوُ عَم اتْٝو عبد الرتْٛن بن عَليّ بن باعلوي. ٖٜٙ  

"dan sebagian dari keluarga Abi Alwi, telah terlebih dahulu disebutkan sebagian mereka, ketika menyebutkan Abi Jadid beserta orang-orang yang datang ke Taiz, mereka adalah keluarga kesalihan, tarekatnya dan nasabnya, diantara mereka adalah Hasanbin Muhammad bin Ali Ba Alawi, ia seorang ahli fikih, ia menghafal kitab al-Wajiz karya Imam gazali, ia punya

paman namanya Abdurrahman bin Ali Ba Alawi.”

Dari ibaroh ini ada nama yang disebut al-Jundi merupakan keluarga Alu ABi Alwi, yaitu Hasan bin Muhammad bin Ali Ba Alawi. Katanya ayah Hasan yaitu Muhammad bin Ali itu adalah Fakih

Muqoddam. Pertanyaannya, kalau Muhammad bin Ali Ba Alwi itu alFaqih al-Muqoddam, apakah al-Faqih al-muqoddam mempunyai anak bernama Hasan?

Mari kita lihat kitab nasab Ba Alawi Syamsu al-Dzahirah, apakah al-Faqih al-Muqoddam mempunyai anak bernama Hasan? Perhatikan ibaroh di bawah ini!

ولو )اي الفقيو ات١قدم( من ال ولدٖ تٜسة بنتُ: علوي وأتٛد وعلي وعبد الله اٖت١توفي بتًنً سنة ٖٙٙ وعبد الرتٛن ات١توفي بتُ اتٟرمتُ...ٖٜٚ

“ia (al-Faqih al Muqoddam) mempunyai anak laki-laki lima: Alawi, Ahmad, Ali, Abdullah yang wafat di Tarim tahun 663 H, dan Abdurrahman yang wafat antara Makkah- Madinah.” (Syamsu al-Dzahirah: 78)

Jelas di sini disebutkan bahwa al-Faqih al-Muqoddam tidak punya anak bernama Hasan. Jadi jelas pula bahwa Muhammad bin Ali yang disebut al-Jundi itu bukan al-Faqih al-Muqoddam.

Penguat kedua bahwa Muhammad bin Ali yang disebut al-Jundi itu bukan al-Faqih al-Muqoddam adalah kalimat “Ia (Hasan bin Muhammad) mempunyai paman bernama Abdurrahman bin Ali …” pertanyaanya, apakah Ali ayah al Faqih al-Muqoddam mempunyai anak bernama Abdurrahman? Mari kita lihat kitab Syamsu al-dzahirah dengan ibaroh di bawah ini!  لو ابن وٜاحٖد ىو الشيخ الامام محمد الشهتَ بالفقيو ات١قدم رضي الله

عنو...ٖٜٛ

                                                   

 297شمس الظهٌٌرة: 78

298شمس الظهٌٌرة: 77

“ia (Syekh Ali bin Muhammad sohib Mirbath) mempunyai anak satu, yaitu syekh Imam Muhammad yang masyhur dengan (nama) al-Faqih al-Muqoddam…” (Syamsu al-dzahirah: 77)

Dikatakan dalam kitab Syamsu al-Dzahirah, bahwa Ali (ayah al-Faqih al-Muqoddam) hanya mempunyai anak satu, berarti Hasan yang disebut al-Jundi mempunyai paman bernama Abdurrahman jelas bukan anak al-Faqih al-Muqoddam dan bukan keluarga Habib Ba Alwi. jika Muhammad bin Ali itu bukan Fakih Muqoddam, mungkin saja ia Muhammad bin Ali lain dari keluarga Ba‘alwi. nama Muhammad bin Ali lain dari keluarga Ba‘alwi yang diasosiasikan hidup sebelum Al-Janadi adalah Muhammad bin Ali Sohib Mirbat, tetapi ia juga tidak punya anak bernama Hasan. Anak Muhammad Sahib Mirbat ada empat: Abdullah, Ahmad, Ali dan Alwi.399 Jadi, jika Muhammad bin Ali juga diklaim sebagai Muhammad Sahib Mirbat ia tertolak juga. 

 Masih ada nama-nama yang terdapat dalam kitab Al-Suluk yang dikalim sebagai bagian dari keluarga Ba‘alwi Abdurrahman Assegaf. Perhatikan ibarat Al-Suluk berikut ini:

 وَمِنْ هُم عَليّ بن باعلوي كَانَ كثتَ العبادَة عَظِيم القدر لَا يكَاد يفتً عَن الصَّلَا ة ثمَّ مَتى تشهد قالَ السَّلَام عَليك ايها النبِي ويكرر ذَلِك فقيل لوُ فَ قَالَ لَا ازال افْ عَل حَتَّى يرد النبي صلى الله عَليوِ وَسلم فكَانَ كثتَا مَا يكَرر ذَلك ولعلي ولد اتْٝو تُ٤مَّد ابن صَلَاح وَلو ابن عَم اتْٝو عَليّ بن باعلوي بعض تفاصيل ابا علوي اتْٛد بن تُ٤َمَّد كَانَ فقِيها فاضلا توفّي سنة  تَ قْريبا وَعبد الله بن علوي بَاقٍ الى الْْن حسن التَّ عَبد وسلوكٗ التصوف.ٗٓٓ  

“dan sebagian dari mereka adalah Ali bin Ba Alwi, ia banyak ibadahnya, agung pangkatnya, ia selalu solat, dan ketika membaca tasyahhud, ketika ia membaca „assalamualaika

                                                   

399(Syamsudzahirah h. 75) 

900السلوك، الشاملة: 2/962

ayyuhannabiyyu‟, ia mengulang-ulangnya, maka ditanyakan kepadanya (kenapa ia mengulang-ulang kalimat tersebut?), (ia menjawab): „aku melakukannya sampai Nabi s.a.w. menjawabnya‟, maka banyak sekali ia mengulang-ulang itu. Dan Ali mempunyai anak namanya Muhammad Ibnu Solah, ia punya paman namanya Ali bin Ba Alwi, sebagian rincian keluarga Aba Alwi adalah Ahmad bin Muhammad, ia seorang ahli fikih yang utama, ia wafat kira-kira tahun 724 H; dan Abdullah bin Ba Alwi, ia masih hidup sampai sekarang, ia bagus ibadahnya dan menjalani tasawuf”.

Benarkah nama-nama seperti yang disebutkan Al Janadi ini merupakan keluarga habib Ba Alwi. Mari kita lihat satu persatu. Pertama, Ali bin Ba Alwi, sangat banyak keluarga Habib Ba Alwi yang bernama Ali, sementara bin Ba Alwi tidak menunjukan ayah, tetapi menunjukan kabilah. Jadi sulit untuk menelusuri siapa dia. Tetapi Ali Alsakran (w. 895 H) mengatakan bahwa bahwa Ali bin

Ba‘alwi itu adalah Ali Khali Qasam.401 Disitu dikatakan bahwa, Ali bin Ba Alwi ini punya anak paman bernama Ali juga. Berarti jika dia adalah Ali Khali qosam, maka kita telusuri apakah ayah Ali Khali qosam ini punya adik yang mempunyai anak bernama Ali, sehingga Ali inilah yang disebut anak paman Ali Kali Qosam. Mari kita lihat kitab Syamsu al-Dzahirah!

 لو من الولد ابن اتٝو محمد ولمحمد ىذا ابن اتٝو علوٕي ولعلوي ىذا ابنان: سالم لا عقب لو وعلي ات١عروف تٓالع قسم.ٕٗٓ

“Baginya (Alwi bin Ubaidillah) anak laki-laki bernama Muhammad, dabagi Muhammad ini anak laki-laki bernama Alawi. Alawi ini mempunyai dua putra: salim tidak punya keturunan dan Ali yang dikenal dengan Khali‟ Qosam”. (Syamsu al-Dzahirah: 70)

                                                   

401 (lihat kitab Al-Burqoh Al Musyiqoh: halaman 48 dan 151 ).

902شمس الظهٌرة: 70

Jelas, nama Ali bin Ba Alwi itu bukan Ali Khali Qosam, karena Ali Khali qosam tidak punya paman, bagaimana ia punya anak paman (sepupu) jika ia tidak punya paman. Di Banten, Hanif Alatas mengatakan, Menurut guru nasabnya, katanya, yang dimaksud Ali bin Ba Alwi yang ada di Al-Suluk itu adalah Ali bin Alwi bin Fakih Muqoddam, bukan Ali Khali Qosam. Baiklah mari kita uji secara data-data yang ada dari keluarga habaib sendiri. Karena memang hanya dari kalangan merekalah kita bisa dapatkan biografi secara luas keluarga mereka yang dikatakan sebagai ulama sebelum abad 9 H. Disitu dikatakan bahwa, Ali bin Ba Alwi ini punya anak paman bernama Ali juga. Berarti jika dia adalah Ali bin Alwi bin Fakih Muqoddam, maka kita telusuri apakah ayah Ali ini punya adik yang mempunyai anak bernama Ali, sehingga Ali inilah yang disebut anak paman Ali. Ternyata ketika kita lihat dalam kitab Syams al Dzahirat[15] dan kitab ―Al-Ustadz Al-A‘dzam Al-Imam Al-Faqih al Muqoddam‖ [16]karya Abu Bakar al-Adni, Alwi bin Faqih Muqoddam ini mempunyai anak empat lagi selain Alwi. dari empat anak fakih Muqoddam ini tidak ada yang mempunyai anak bernama Ali. Berarti Ali bin Alwi bin Fakih Muqoddam tidak punya sepupu bernama Ali.

Oleh karena itu, klaim bahwa Ali bin Ba‘alwi ini adalah Ali bin Alwi bin Faqih Muqoddam tertolak. 

Kitab Al-Athoya al-Saniyah karya Raja Yaman, Abbas bin Ali bin Daud (w. 778 H.) menyebut Ali bin Jadid[17]. Ia juga menyebut Ali bin Jadid sebagai Al-Abi Alwi, tetapi ia sama sekali tidak mengaitkan Ali bin Jadid ini sebagai bagian keluarga Abdurrahman Assegaf (739819). Padahal, ia hidup satu masa dengan Abdurrahman Assegaf. 

Ketika, Raja ini wafat, Abdurrahman Assegaf sudah berumur 39 tahun, masa yang cukup pantas seorang ulama untuk dikenal seorang pejabat pemerintah. Apalagi, katanya, ia cucu seorang wali besar seperti Fakih Muqoddam, tentu, jika Raja Abbas mengetahui antara Abdurrahman Assegaf dan Ali bin Jadid masih ada kaitan keluarga, maka akan dikatakan misalnya, ―Ali bin Jadid ini dari keluarga Al Abu Alwi, masih satu keluarga dengan Abdurrahman Assegaf cucu dari wali agung Yaman, Fakih Muqoddam.‖ Tapi nyatanya kalimat semacam itu tidak ada. ini menunjukan bahwa: pertama, Raja Yaman yang semasa dengan Abdurrahman Assegaf tidak mengenalnya sebagai bagian keluarga Ali bin Jadid dan Al Abi ‗Alwi atau Ba‘alwi; kedua, Raja Yaman tahun 778 H. tidak mengenal sejarah Fakih Muqoddam yang katanya wali besar dari keluarga Al Abi Alwi, yang wafat tahun 653 H. padahal, Raja Yaman ini lahir sekitar tahun 731 H., hanya berjarak 78 tahun dari wafatnya Fakih Muqoddam. Jika Raja Yaman mengenalnya, maka ia akan menulis sejarah Fakih Muqoddam dalam kitabnya seperti ia menulis sejarah Ali bin Jadid, atau minimal akan menyebutnya sekilas dalam biografi Ali bin Jadid sebagai bagian dari keluarga Al Abi Alwi. nyatanya semua itu tidak ada.

Semua ini menguatkan bahwa keluarga Abdurrahman Assegaf memperkenalkan diri sebagai Ba‘alwi serta menulis kebesaran Fakih Muqoddam baru setelah abad kesembilan Hijriyah saja. Satu lagi yang perlu ditambahkan bahwa, Raja Abbas ini lahir di Ta‘iz. Antara Ta‘iz dan Tarim berjarak hanya sekitar jarak Banten dan Surabaya. 

Imam Abdullah bin As‘ad Al-Yafi‘I (W. 768 H.) dalam kitab Mir‟atul Jinan menyebut nama Banu Aba Alwi sama dengan sebutan Al-janadi, bukan Ba‘alwi (mir‘atul jinan (al-Maktabah al-Syamilah juz 4 h. 270-271):

وحضرموت بها قوم بفضلهم

بنو أبا علوي والكرام بنوا

Dalam kitabnya itu, Imam al-Yafi‘I sama sekali tidak menyebut keluarga Ba‘alwi Abdurrahman Aseegaf. Padahal, ia lahir di Yafi‘ Yaman tahun 696 H. dan wafat di Makkah tahun 768 H. ini membuktikan bahwa keluarga Abdurrahman Assegaf di abad delapan itu belum ada yang dikenal public. Dalam kitabnya pula, Al-yafi‘I mencatat ulama-ulama Yaman, seperti ketika ia mencatat pada tahun 651 H. wafat seorang ulama Yaman yang bernama Abul Gaits Ibnul Jamil al-Yamani. Ia juga mencatat bahwa Abul gaits belajar kepada Ali al-Ahdal.[18]

 Keluarga Al-Ahdal yang disebut dalam literature Ba‘alwi sebagai sepupu itu tereportase oleh Imam al-Yafi‘I, tetapi keluarga Ba‘alwi tidak. Apakah tereportasenya Al-Ahdal dalam kitab Al-Yaf‘I termasuk point positif bagi Ba‘alwi? tidak juga. Karena klaim kesepupuan itu terdeteksi baru muncul atau dimunculkan pada abad sembilan. Kasusnya sama dengan klaim kesepupuan Ba‘alwi dengan keluarga Jadid. Tidak ada literature pada abad ke-8 H. yang menyebut Ba‘alwi bersepupu dengan keluarga Al-Ahdal dan Jadid. Kitab-kitab abad kesembilan-pun yang menyebut kaitan kesepupuan itu hanya terdeteksi dalam literature internal Ba‘alwi dan kitab yang cetak dengan pentahqiq dari Ba‘alwi, yang dari beberapa kasus terbukti diinterpolasi. 

Kitab Al-„Iqd al-Fahir al-Hasan karya Ali bin al-Hasan alKhazraji (w.812 H.) menyebut nama Ali bin Jadid[19] tetapi tidak menyebut ia mempunyai kaitan dengan keluarga Abdurrahman Assegaf. Padahal ia adalah seorang sejarawan yang berasal dari Zabid,

Yaman. Dalam kitab ini pula, dan kitabnya yang lain, Al-„Uqud alLu‟luiyyah, sejarawan Yaman ini tidak menyebut nama-nama keluarga Abdurrahman Assegaf seperti Faqih Muqoddam, Abdurrahman Assegaf, Maula Dawilah, Sohib Mirbat, Ali Khali Qasam. Ini menunjukan pada awal abad sembilan Hijriah pun, keluarga Abdurrahman Assegaf belum dikenal di kalangan ulama Yaman sebagai tokoh. 

Kitab Al-„Iqd al-Tsamin karya Imam Taqiyyuddin Muhammad bin Ahmad al-Hasani al-fasi al-Makki (w. 832 H.) menyebut nama Ali bin Jadid dengan mengutip dari Al-Suluk.[20] Dalam kitabnya tersebut,

Taqiyyuddin al-Fasi tidak mengaitkan sama sekali Ali bin Jadid dengan keluarga Ba‘alwi. Padahal Al-Fasi dicatat oleh Muhammad alHabib al-Hailah dalam kitab Al-Tarikh wa al-Mu‘arrikhun bi Makkah‖ sebagai sejarawan Makkah yang pernah pergi ke Yaman.[21] Ditambah pula, dalam literature Ba‘alwi pada tahun 832 H. dan sebelumnya banyak keluarga Ba‘alwi yang pergi ke Makkah. 

Pada tahun 839 Hijriah, nama kabilah Abu Alwi ditulis oleh Al-

Maqrizi dalam kitabnya Al-Turfat al-Garibat sebagai ―Arab Hadramaut‖.[22] Dari sini, linier antara berita dari Al-Hamadani di abad ke-4 sampai Al-Maqrizi di abad ke-9 bahwa kabilah Abu Alwi adalah orang Arab dari Hadramaut, bukan keturunan Nabi Muhammad Saw. 

Sampai awal abad sembilan ini, literature eksternal tidak mengkonfirmasi adanya keterkaitan nasab antara Ba‘alwi dengan keluarga Jadid. Dengan itu, maka klaim Jadid adalah saudara laki-laki Alwi tidak terbukti.



[1] Lihat Abubakar bin Abdullah al-Idrus, Al-Juz‟ al-Latif, dalam Diwan al„Adni (Dar al-Hawi, libanon, 1432 H.) h. 493.

[2] Lihat „Ali bin Abu Bakar al-Sakran…h. 151. 361               Ubaidili… h. 176

[3] Ibnu Hajar al-Asqolani, Lisan al-Mizan (Mu‟assasat al-A‟lami Lil al-

Matbu‟at, Beirut, 1390 H. ) juz 5 h.366

[4] Ibnu Hajar al-Asqolani…juz 5 h.366

[5] Muhammad Diya Shihab, Al-Imam Ahmad al-Muhajir …h.42 365 Umari…h. 337

[6] Lihat Al-Janadi…juz 1 h.46-47

[7] Lihat Ibnu Hazm…h. 396 381 lihat Al-Hamadani…h.35.

[8] Lihat Al-Hamadani…h.36

[9] Lihat manuskrip kitab Al-Turfat al-Garibat min Ahbar Wadi Hadrmaut al-„Ajibat, karya Ahmad „Ali bin „Abdul Qadir bin Muhammad al-Muqrizi al-Syafi‟I, h. 7. Penulis memiliki versi pdf. Dari manuskrip tersebut.

[10] Lihat Al-Ubaidili…h. 248

[11] Lihat Al-Ubaidili… h. 147

[12] (Al-Suluk [maktabah al-Syamilah] juz 2 halaman 136-141).

[13] (Al-Suluk [maktabah al-Syamilah] juz 2 halaman 136-141).

[14] 296السلوك، الشاملة: 2/

[15] ( h.76) 

[16] (h. 111)

[17] (hal. 460)

[18] (Mir‟atul Jinan juz 4 h. 94). 

[19] Al-Iqd al-Fakhir, h. 1486

[20] (Al-„Iqd al Tsamin, Maktabah al-Syamilah, Juz 5 h. 304-305). 

[21] (h.119)

[22] Lihat manuskrip kitab Al-Turfat al-Garibat min Ahbar Wadi Hadrmaut al-„Ajibat, karya Ahmad „Ali bin „Abdul Qadir bin Muhammad al-Muqrizi al-Syafi‟I, h. 7. Penulis memiliki versi pdf. Dari manuskrip tersebut.

Posting Komentar untuk "LANJUTAN BAGIAN EMPAT: Ahmad Bin ‘Isa Tidak Bergelar “Al-Muhajir"